SRAGEN – Klaster Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Kabupaten Sragen binaan Bank Indonesia (BI) Solo melakukan panen raya bawang merah organik pada Jumat (8/10). Pada panen raya yang ketiga itu, produksi bawang merah meningkat 30 persen dibandingkan nonorganik.
Kepala Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan, beberapa komoditas pangan menyebabkan inflasi salah satunya bawang merah. Sehingga, BI Solo bekerja sama dengan ABMI Sragen untuk budidaya bawang merah. Sehingga, mampu mencukupi kebutuhan bawang merah dan tidak menyebabkan inflasi.
“Bawang merah dibudidayakan secara organik tanpa pupuk kimia dan hasilnya luar biasa, umbinya lebih besar, rasanya juga lebih mantap,” kata Nugroho kepada wartawan di acara tersebut.
Selama ini, permasalahan pengembangan bawang merah di Sragen terletak pada ketergantungan bibit dari luar wilayah. Hal itu kerap menyebabkan pasokan terlambat, harga tinggi dan kualitas tidak terjaga. Kendala lainnya, ketersediaan pupuk subsidi dan nonsubsidi, serta pupuk organik maupun nonorganik yang cukup langka dan harganya terus naik. Selain itu, mayoritas lahan di Solo Raya cenderung menunjukkan kejenuhan atas penggunaan bahan kimia berlebih yang berdampak pada turunnya produktivitas lahan.
Menurutnya, program pendampingan terhadap klaster ABMI dilaksanakan sejak 2018 dari hulu ke hilir. Pendampingan meliputi peningkatan kapasitas SDM dan kualitas produksi, bantuan teknis, penguatan kelembagaan untuk korporasi melalui terbentuknya unit usaha, dan fasilitasi akses pembiayaan hingga perluasan akses pemasaran. Selain itu, BI Solo juga memfasilitasi pengadaan sarana prasarana produksi melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Pada 2020, bantuan berupa tata cara pengelolaan tanah, mengunakan pupuk organik, termasuk bibitnya. Sedangkan tahun 2021 bantuan tambahan berupa rumah kompos dan gudang bibit, serta pengolahan produk turunannya.
Pada November 2020, BI Solo memfasilitasi demplot budidaya bawang merah tanpa bahan kimia ABMI Sragen. Melalui sistem Tani Jogo Bumi itu, panen pertama pada Januari 2021 terjadi efisiensi biaya produksi hingga 20 persen, sedangkan hasil produksi tetap. Hal itu disebabkan masih dalam tahap konversi lahan dari konvensional menjadi organik.
Kemudian, pada panen raya kedua dan ketiga pada Juli 2021 dan Oktober 2021, sistem budidaya Jogo Bumi dikombinasikan dengan pemanfaatan rain shelter (kelambu). Alhasil, terjadi peningkatan produksi cukup signifikan mencapai 30 persen. Dari sisi investasi pembelian kelambu memang cukup tinggi. Tetapi jika dihitung umur pakai kelambu, maka sistem pertanian Jogo Bumi itu masih terjadi peningkatan efisiensi biaya produksi sampai 10 persen.
“Budidaya menggunakan kelambu ini akan mengurangi risiko hama, sehingga daunnya bagus dan hasil umbinya besar. Ini sangat menguntungkan bagi petani karena dengan luas lahan yang sama dapat melakukan penghematan terhadap biaya pupuk dengan hasil lebih banyak,” papar Nugroho.
Nugroho menambahkan, pada sisi hilir, BI Solo juga mendorong usaha pengolahan bawang merah pascapanen. Salah satunya diolah menjadi produk bawang goreng. Kebutuhan bawang goreng dinilai cukup tinggi dan bisa diekspor.
Nugroho berharap, metode budidaya bawang merah tersebut dapat menyejahterakan petani bawang merah khususnya ABMI Sragen. Kemudian, metode itu dapat direplikasi petani bawang lainnya sehingga dapat mengendalikan inflasi.
Ketua ABMI Sragen, Suratno, mengakui permasalahan budidaya bawang merah di Sragen ada di hulu dan hilir. Permasalahan hulu pada tanaman, sedangkan hilir pada penjualan.
“Kegiatan panen kami sudah tiga kali ini. Bantuan yang diberikan BI berupa rumah kompos, gudang pembibitan, alat pendukung untuk tanaman-tanamannya itu. Gudang kapasitasnya 35 ton,” terang Suratno.
Sementara itu, salah satu anggota ABMI Sragen, John, mengatakan kualitas bawang merah organik dan nonorganik sangat berbeda. Perbedaannya akan terasa dari waktu ke waktu. Ketika baru pertama menggunakan metode organik, biasanya belum merasakan menfaatnya.
“Tapi kalau sudah tiga kali tanam, tanah itu seperti ada penyimpanan nutrisi yang tidak ternilai. Tidak mudah terserang penyakit dibandingkan menggunakan pupuk kimia,” ungkap John.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Sragen, Wikanto Joko Sutejo, menyambut baik upaya yang dilakukan oleh BI dan akan mereplikasi program tersebut melalui penyuluh pertanian. “Pemerintah Kabupaten Sragen mengapresiasi program dan bantuan Bank Indonesia Solo kepada kelompok tani di Sragen sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat,” ujarnya. (Republika)