pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Agri Farming

Niat Mbah Ingin Melahirkan Agropolitan Tanaman Hias

66
×

Niat Mbah Ingin Melahirkan Agropolitan Tanaman Hias

Sebarkan artikel ini
IMG_20210219_222504
pemkab muba

PALEMBANG – Belasan tahun berkecimpung dengan tanaman hias, Mbah Karmin kini memiliki impian untuk melahirkan sebuah kawasan Agropolitan Tanaman Hias di daerah Kacangbayan, Kelurahan Gandus, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Ada seribu nyali Mbah Karmin demi terwujudnya impian itu. 

Orang-orang dikalangan petani tanaman hias di kota Palembang acapkali memanggilnya dengan Mbah Karmin. Berangkat dari hobinya memelihara tanaman hias, kini lelaki kelahiran Kebumen 8 Agustus 1959, itu boleh dikata sukses menjadikan tanaman hias sebagai ladang bisnis yang sangat menjanjikan. Satu outlet pemasaran plus satu kawasan telah disiapkan Mbah Karmin guna mewujudkan impiannya menuju kawasan Agropolitan Tanaman Hias.

‘’Niat saya dari dulu memang ingin sekali membuat sebuah kawasan Agropolitan khusus tanaman hias di kota Palembang. Ya, namanya wacana, bisa saja kan…?’’ tulisnya.

Bila berkunjung ke lokasi outlet Mbah Karmin yang berlokasi di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara, Musi 2, maka Anda bersiap-siap disuguhi suasana nyaman dan asri. Apalagi ada seratus lebih jenis tanaman hias tersaji di sini.

‘’Lokasi ini memang sudah berjalan cukup lama, walaupun status lahan ini masih sewa. Namun, saya yakin tanaman hias ini Insyaallah tak pernah mati,’’ ucap Mbah Karmin seraya berujar tanaman hias yang cantik dengan aneka jenis tanaman yang dipajang di lahan seluas ½ hektar disewa seharga Rp 30 juta per tahun itu sejak lama melayani para pengecer atau petani tanaman hias di kota Palembang.

Sebelum ‘jatuh hati’ pada tanaman hias, awalnya Mbah Karmin adalah seorang petani kopi di Lampung. Tak terbayang sedikitpun olehnya akan bisa terjun di tanaman hias. Awal 1979, Karmin diajak kawannya untuk membuka lahan kopi di Prengsewu di Desa Ambara, Lampung. Enam bulan jadi petani kopi, Karmin akhirnya menyusul saudaranya di Kota Palembang.

‘’Dan, saya akhirnya merantaulah ke Palembang, ya awal 1980. Waktu itu saya ikut saudara jadi tukang kembang di Kambang Iwak. Dulu namanya Kambang Ikan. Sewaktu itu gaji saya Rp 12 ribu tiap bulan,’’ kenang Karmin.

Jalan hidup Karmin tak sampai di situ. Dia banyak menuntut ilmu dari Almarhum Haji Umar dan Haji Husaini soal usaha tanaman hias. Pernah satu hari Umar berkata pada Karmin yang bunyinya. ‘’Min, kau caknyo berbakat jadi tukang kembang…!,’’ Karmin menirukan kata Haji Umar— orang Betawi selaku perintis awal tanaman hias di Kota Palembang.

Tertantang dengan ucapan Haji Umar, Karmin tak tinggal diam. Bermodal uang seadanya lalu Karmin coba membuka usaha tanaman hias persinya di tahun 1983. Kala itu ia gagas usaha bisnis tepat di hamparan tanah kosong depan Hotel Swarna Dwipa.

‘’Kalau dulu, ada program pemerintah tapi kan terbatas. Dulunya kami (petani) bergerak masih dewek-dewek,’’ ujarnya.

Ucap Mbah Karmin, dulu hingga kini persoalan bagi petani tanaman hias sulitnya mencari tempat yang bisa menghimpun para petani kembang. Bahkan, di era Walikota Palembang Eddi Santana Putera, ada wacana ingin menjadikan kawasan Punti Kayu untuk lokasi pertanaman budidaya tanaman hias dan di BLK.

‘’Tapi, lokasi itu kan lagi-lagi miliknya pemerintah provinsi Sumatera Selatan,’’ungkap ayah kandung dari Sri Utama, Syarif Widanto, dan Wawan Sugito ini.

Sejak istrinya Juliarti meninggal dunia pada 2011 silam, kini Mbah Karmin selain mengurusi outlet tanaman hiasnya di kawasan Musi 2 juga disibukkan dengan tanaman hiasnya yang ia pelihara di kawasan Jalan Larsitarda, Kampung Kacangbayan, Kecamatan Gandus.

‘’Jujur, saya ingin ada regenerasi di tanaman hias. Berbeda jauh antara petani tanaman hias di Palembang dengan di Kebumen. Tapi, walau kita anak-anak Kebumen, mikirnya lain. Supaya kita hidup di perantauan ada semacam ikatan,’’ demikian prinsip hidup Mbah Karmin.

Apa target kedepannya? Yang pasti sampai kiamat budidaya tanaman hias ini masih dibutuhkan. Tak ada tanaman yang tidak laku dijual. ‘’Soalnya, mobil Pajero saja ada pajang tanaman hias untuk dijual. Itu artinya selagi kota ini membangun, maka penghijauan masih tetap jalan,’’ cetusnya.

Sedangkan kepada keluarga dan teman-teman dekatnya, Mbah Karmin selalu menanamkan sikap berani untuk berkreasi dan menghadapi keadaan apapun. Namun, yang tak boleh dilupakan adalah berdoa kepada Tuhan entah bagaimanapun caranya. Selain itu, harus selalu ingat terhadap orangtua, saudara, dan teman-teman yang berada dalam kesulitan.

Niat Mbah Ingin Melahirkan Agropolitan Tanaman Hias Janda Bolong si Pembawa Berkah

Mbah Karmin menyebutkan beberapa jenis tanaman hias merangkak naik antara tiga hingga 10 kali lipat semenjak pandemi Covid-19. Wabah yang berjangkit di Indonesia sejak Maret 2020 ini membuat sebagian orang mengisi waktu di rumah dengan berkebun.

‘’Karantina mandiri selama pandemi menumbuhkan minat sebagian masyarakat terhadap tanaman hias. Pertumbuhan hobi ini pun diikuti dengan bertambahnya permintaan, hingga membuat harga beberapa tanaman hias kian mahal,’’ ungkapnya.

Antusiasme sebagian masyarakat itu mengantarkan beberapa tanaman hias menjadi primadona dengan harga selangit. Asoka Remadja, pegiat tanaman hias pun mengakui ada tanaman-tanaman yang dulu hanya bernilai belasan hingga puluhan ribu, namun kini melonjak hingga ratusan ribu rupiah.

“Enggak cuma monstera, seluruh tanaman hias. Ada yang dulu misal harga Rp12 ribu sekarang jadi Rp100 ribuan,” katanya.

Dia mengamati, kecenderungan meroketnya harga ini kebanyakan terjadi pada tanaman hias jenis indoor. “Sebangsa phillo-philloan, singonium, caladium, alocasia, anthurium, aglaonema,” dilanjutnya Mbah Karmin.

Untuk tanaman Aglaonema Snow White ukuran medium misalnya, jika pada sebelum pandemi bisa didapat dengan harga Rp20 ribu, kini menjadi Rp60-70 ribuan. “Philo lemon sebelum pandemi Rp15 ribu, sekarang Rp50 ribu. Alocasia silver dragon dulu Rp40 ribu, sekarang Rp200 ribu. Anthurium kuping gajah dulu Rp10 ribu, sekarang Rp100-200 ribu,” sambung dia.

Tanaman Hias Pun tak Pernah Mati

Monstera

Monstera yang mulanya dibanderol ratusan ribu kini harganya mencapai jutaan rupiah. Akhir-akhir ini tanaman Monstera banyak diminati karena daunnya yang unik. Dari genus Monstera, ada beberapa spesies yang banyak diminati antara lain, Monstera deliciosa dengan daun lebar dan seperti dipotong-potong atau Monstera adansonii yang memiliki daun berlubang.

Monstera dulu hanya dihargai ratusan ribu rupiah. Untuk Monstera empat daun, hanya sekitar Rp100ribu. Kini Monstera dibanderol dengan harga jutaan. Bahkan belum lama ini, ‘janda bolong’ alias Monstera adansonii variegata ditebus dengan harga nyaris Rp90 juta.

Syngonium

Syngonium berasal dari keluarga Araceae, tanaman tropis yang tumbuh di Meksiko Selatan dan beberapa wilayah di Amerika Selatan. Salah satu spesies yang cukup umum dibudidaya sebagai tanaman hias adalah Syngonium podophyllum atau hanya disebut Syngonium.

Jika Anda menilik harga tanaman ini di marketplace, rata-rata menawarkan spesies variegata. Variegata memberikan warna putih atau kuning pada daun Syngonium yang umumnya hijau. Syngonium variegata dijual dengan harga mulai dari Rp100 ribu hingga Rp700 ribu. Padahal sebelum pandemi, harga jual Syngonium hanya sekitar Rp10 ribuan.

Lidah mertua

Lidah mertua alias Sansevieria adalah tanaman hias dengan bentuk daun-daun tegak, kaku dan bisa bertahan dalam kondisi apapun. Melansir dari Rolling Nature, lidah mertua bisa Anda jadikan tanaman ideal untuk membantu memurnikan udara dalam ruangan.

Bahkan, ketika tanaman lain mengeluarkan karbon dioksida pada malam hari, si lidah mertua masih terus memproduksi oksigen.

Menilik di beberapa marketplace, lidah mertua masih memiliki harga terjangkau dari belasan hingga puluhan ribu rupiah. Spesies Sansevieria trifasciata laurentii yang disebut lidah mertua dulu hanya dibanderol Rp4.500-Rp6.000. Kini Anda bisa menemukan jenis serupa dengan harga hampir Rp100ribu.

Sedangkan spesies Sansevieria hahnii yang mirip sarang burung dibanderol dengan harga mulai dari Rp50ribu.

Aglaonema

Aglaonema yang sempat tenar pada 2006 kini kembali diburu. Harga per pot Aglaonema bisa mencapai puluhan juta Rupiah. Aglaonema alias Sri Rejeki kini juga tengah menikmati popularitasnya. Sempat ‘seksi’ pada sekitar 2006 silam, kini Aglaonema kembali diburu.

Harga yang Anda temui kini kurang lebih serupa dengan harga Aglaonema saat tenar 14 tahun silam. Per pot atau per tanaman bisa dibanderol puluhan juta rupiah.

Aglaonema menarik minat pecinta tanaman hias karena daunnya yang berwarna cerah dan bercorak unik. Tak hanya itu, Aglaonema juga siap beradaptasi dengan berbagai kondisi ruangan.

Sesuai namanya, tanaman ini diyakini membawa ‘rejeki’ atau energi baik. Kemampuan Aglaonema menyaring polutan di ruangan barangkali jadi salah satu di antara keberuntungan itu.

Untuk memelihara Aglaonema, Anda setidaknya menyiapkan dana mulai dari Rp150ribu untuk bibitnya saja. Meski kini harganya selangit, dulu Aglaonema nyaris dilupakan dan bahkan Anda bisa menemukannya di pekarangan-pekarangan rumah.

Keladi

Tidak hanya menyoal kenaikan harga, pandemi membuat satu jenis tanaman jadi ‘naik kasta’. Adalah keladi. Tanaman yang biasanya tumbuh liar di sekitar pekarangan lembap atau got-got saluran air, kini bersolek di antara tanaman-tanaman hias lain.

Keladi sebenarnya masih satu keluarga dengan Syngonium tapi genus Caladium. Keladi umumnya tidak mempunyai batang tetapi pelepah atau tangkai daun. Keindahan keladi terletak pada lekuk, corak dan tulang-tulang daun yang menonjol dan berwarna kontras.

Di kalangan pecinta tanaman hias, keladi yang banyak diminati antara lain spesies Alocacia cuprea atau keladi tengkorak, Alocasia polly dengan daun warna hijau dan pink, Alocasia sanderiana dengan daun berwarna hijau segar dan tulang daun berwarna putih juga Caladium tricolor atau keladi dengan daun berwarna hijau dan corak pink-putih. Menilik marketplace, keladi hias dijual mulai dari Rp20ribu hingga ratusan ribu tergantung jenis.

Anthurium

Kemolekan Anthurium plowmanii alias gelombang cinta sempat bikin geger karena harganya yang mencapai puluhan juta. Kemudian ada Anthurium jenmanii dengan warna ‘jreng’ nan cantik yang harganya dipatok per daun. Pada sekitar 2007, keduanya eksis dengan harga fantastis. Namun harga tanaman menukik tajam dari per daun bisa mencapai Rp350 ribu menjadi Rp100 ribu per tanaman.

Berkat pandemi, Anthurium kembali meraih popularitas. Di marketplace, Anthurium dipatok dengan harga mulai dari Rp45 ribu untuk bibitnya saja. Sedangkan untuk Anthurium yang berukuran besar dijual mulai dari Rp2 juta. (Rsdjafar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *