JAKARTA | Majalah sastra Horison berhenti menerbitkan edisi cetak dan kemudian kerja redaksi akan berfokus sepenuhnya ke platform dalam jaringan atau “online”.
“Ternyata biaya untuk menerbitkan cetak cukup besar. Dengan beralih ke online, biaya menjadi tidak sedemikian besar,” kata salah satu pendiri Horison, Taufiq Ismail, dalam peringatan 50 tahun Horison di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa.
Laman dalam jaringan Horison sendiri bukan barang baru, melainkan sudah ada sejak 2009 dan dirintis oleh ahli bahasa Melayu Amin Sweeney sebagai pemimpin redaksi periode 2009-2010.
Saat ini, pemimpin redaksi Horison online dijabat oleh Sastri Sunarti, seorang penyair yang juga pegawai negeri sipil di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam sambutannya di acara peringatan 50 tahun majalah sastra bulanan Horison, Taufiq Ismail berterima kasih atas bantuan semua pihak kepada Horison selama ini, terutama pecinta kesusastraan Indonesia.
Majalah sastra Horison terbit perdana Juli 1966 dengan para pendiri antara lain sastrawan Mochtar Lubis, pelukis Zaini, tokoh pers PK Ojong, cendekiawan Arief Budiman, dan Taufiq Ismail.
Sementara itu, budayawan Emha Ainun Nadjib dalam orasi budayanya di peringatan 50 tahun Horison mengatakan hijrahnya majalah sastra tersebut merupakan langkah tepat karena akan fokus menyasar generasi millenial yang dekat dengan teknologi informasi dan menjadi pelaku utama kegiatan online.
“Generasi millenial mendominasi perilaku kebudayaan di Indonesia. Mereka juga memiliki kecenderungan produktif terhadap sastra, terutama dalam hal kebebasan berpikir dan kebebasan rohaniah,” kata dia. (ANTARANEWS.COM)