pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Olahraga

Lomba 17-an Ternyata Comotan Zaman Belanda dan Jepang

24
×

Lomba 17-an Ternyata Comotan Zaman Belanda dan Jepang

Sebarkan artikel ini
2a9cb369-5c83-4987-8c0b-6ca3cf64fa60_169
pemkab muba
Lomba 17-an Ternyata Comotan Zaman Belanda dan Jepang
Lomba panjat pinang ternyata sudah dikenal sejak zaman Belanda. (CNN Indoneia/Adhi Wicaksono)

JAKARTA | Bukan hanya upacara bendera, momen perayaan Kemerdekaan RI juga identik dengan banyaknya perlombaan tradisional. Sampai sekarang, lomba balap karung, panjat pinang, tarik tambang, makan kerupuk, hingga balap kelereng masih terus dilakukan.

Panjat pinang, bisa dibilang primadonanya perayaan 17 Agustus. Lomba itu melibatkan batang pohon pinang yang dilumuri oli jadi licin.

Di puncak, digantung ragam hadiah dan bendera merah putih. Peserta harus berjuang memanjat batang yang licin untuk mengambil hadiah itu.

Balap karung juga banyak disukai. Lomba yang satu ini bisa bisa diikuti berbagai kalangan, anak maupun dewasa. Pesertanya harus adu cepat sampai finis sembari menggunakan karung.

Sepulang sekolah usai melaksanakan upacara hari kemerdekaan, anak-anak akan bergegas mengganti seragamnya dengan busana santai. Ia akan berlari ke tanah lapang untuk ikut beragam perlombaan, atau minimal menonton. Kala hari semakin terik, perlombaan untuk dewasa dijalankan. Sore hari, waktunya pembagian hadiah.

Semarak lomba-lomba itulah yang akan sangat dirindukan jika tidak bisa merayakan HUT Indonesia di Tanah Air.

Tapi tahukah Anda, jika lomba-lomba itu usianya bahkan lebih tua dibanding kemerdekaan Indonesia tahun ini?

Sejarawan JJ Rizal mengatakan, perlombaan 17-an yang ada sampai sekarang merupakan hasil comotan dari Belanda dan Jepang saat menjajah negara ini. Terutama lomba seperti panjang pinang, tarik tambang, dan kud-kuda. Tambahan lainnya masih baru.

“Panjat pinang itu sudah terlihat di gambar-gambar kolonial. Lantas pada zaman Jepang saat ulang tahun Djawa Baroe yang dekat dengan masuknya Jepang ke Indonesia, di acara itu sudah terlihat lomba tarik beban berat, lomba kuda-kuda,” ujar Rizal saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Peninggalan itu “diterima dan diteruskan untuk mengenang momen bersejarah melalui perayaan yang menimbulkan keriaan.” Tapi lomba-lomba itu sudah diperkaya dan diberi isi baru untuk mengenang momen-momen baru.

Tujuannya bukan lagi menghormati Ratu Belanda atau kedatangan Jepang, melainkan kelahiran negara Indonesia.

Rizal mengaku tidak tahu siapa yang berjasa mencetuskan ide-ide perlombaan itu. Entah orang asing atau pribumi. Yang jelas, bangsa Indonesia memang sangat menggemari permainan dan perlombaan, terutama saat perayaan.

“Setiap ada perayaan dipastikan ada perlombaan, seperti di kerajaan Aceh, lalu di kerajaan Mataram,” ujar Rizal.

Tapi masing-masing lomba, seperti dalam perayaan 17 Agustus, menurut Rizal tidak ada makna khusus.

“Nilai di seputar lomba-lomba itu dibangun kemudian disesuaikan dengan nilai historis. Seperti lomba balap karung identik dengan kesusahan zaman Jepang, kemudian panjat pinang identik dengan gotong royong,” katanya. (CNN Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *