JAKARTA | Pakaian menjadi salah satu faktor penentu kesempurnaan penampilan. Jika dalam acara biasa saja, Anda sangat memerhatikan baju yang dipakai, bagaimana dengan dalam acara penting di kehidupan seperti pernikahan.
Seperti sudah jadi tradisi, dalam penikahan, calon pengantin dan keluarganya pasti berdandan habis-habisan lengkap dengan busana indahnya. Berbagai konsep, bahan, desain, sampai detail busana pernikahan pun punya trennya tersendiri.
Sejatinya pakaian pernikahan bukan lah yang memiliki warna, bentuk, motif, harga, atau perhiasan khusus. Karena pakaian pernikahan kini mulai mengedepankan karakter mempelai itu sendiri.
“Baju pernikahan yang dikenakan haruslah sesuai dengan karekater mempelai, bukan justru ‘menenggelamkan’ orang tersebut karena tidak sesuai dengan diirnya,” kata Barli Asmara, desainer yang juga memiliki label baju pernikahan, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Karakter yang dimaksud Barli merujuk sifat sang mempelai. Mempelai diharapkan bisa memilih baju pengantin yang sesuai dengan karakternya. Dengan kata lain memilih baju pengantin haruslah melihat pada realita, bukan sekadar impian belaka.
Pakaian pernikahan juga sepatutnya membantu mempelai ‘memperbaiki’ kekurangan yang tampak, seperti dari segi fisik. Misalnya, seorang perempuan yang memiliki tubuh mungil, akan sangat janggal bila mengenakan pakaian yang lebar dan berekor panjang karena dapat ‘menenggelamkan’ tubuhnya.
Setelah menyesuaikan dengan karakter masing-masing mempelai, baru kemudian pembuatan baju bergantung pada selera calon mempelai dan sang pembuat baju atau desainer. Barli mengatakan, baginya less is more.
“Baju pernikahan tidak selalu harus dengan kristal atau payet berlebihan, yang terutama adalah siluet yang cocok dengan karakter masing-masing klien,” kata Barli.
Baju Pria Lebih Sulit
Baju pernikahan selama ini memang lebih identik untuk wanita. Perempuan lah yang lebih sibuk memilih dan mencari baju untuk membuatnya lebih cantik. Sedangkan prianya terlihat lebih tenang dan mencari baju ‘sedapatnya.’
Biasanya pria hanya memakai baju tradisional ataupun kemeja dan jas. Busana pernikahan pria cenderung ‘sama’ dan tak sedekoratif wanita. Ternyata, ini pun menyesuaikan karakter pria.
“Untuk laki-laki sama, biasanya saya menggunakan beskap atau jas yang tidak banyak ornamen payet, lebih polos,” kata Barli. “Pakaian laki-laki harus tetap maskulin dan tidak harus selalu mengikuti yang perempuan,” lanjutnya.
Akan tetapi sebenarnya, jika diperhatikan lebih teliti, sebenarnya baju pernikahan pria tidak melulu sama. Pria juga suka memilih sendiri model dan bahan baju, hanya saja tidak seekstrem perempuan.
Barli biasanya menyiasati agar sang mempelai pria tampak lebih elegan dan maskulin dengan menggunakan bahan mengilap, namun tetap nyaman dikenakan. Ini bertujuan agar sang pria tetap nyaman saat menjalani prosesi pernikahan mulai dari akad atau pemberkatan hingga resepsi atau pesta.
Senada dengan Barli, desainer Anne Avantie mengungkapkan bahwa saat pernikahan, sosok maskulin haruslah muncul dari pria. Ketika terlalu banyak model yang diterapkan pada baju pria, sifat maskulin tersebut akan memudar dan bias.
“Bisa-bisa karakter maskulin itu berpindah posisi. Jadi akhirnya baju pria ini harus tetap pada porsinya, ada kaidahnya, ada rutenya,” kata Anne. “Seperti tidak banyak potongan, warnanya maskulin, aksesori seminim mungkin, dan yang penting harus nyaman dikenakan.”
Meski tak langsung membuat pakaian pria, biasanya Anne yang bekerja sama dengan Brutus, harus menemukan titik yang sama antara pakaian laki-laki dan perempuan. Dan seperti Barli, Anne setuju bahwa pakaian pria tak mesti selalu ‘kembar’ dengan perempuan.
Penggunaan warna juga diperhitungkan oleh Barli. Biasanya, ia akan lebih menggunakan warna netral seperti pastel atau monokrom namun tetap mempertahankan kesan mewah.
Anne dan Barli lebih sering memilih warna putih atau nude untuk akad dan pemberkatan. Sedangkan warna tembaga atau netral dipilih untuk resepsi. Namun meski terkesan tak banyak model, pakaian pria juga tergolong sulit bagi seorang desainer.
“Kalau ditanya lebih mudah perempuan atau pria, lebih mudah membuat pakaian perempuan. Kalau pria banyak yang harus diakurasi dan mereka biasanya lebih sederhana keinginannya. Namun masalahnya, bagaimana membuat baju tersebut tidak terlihat seperti baju sanggar,” kata Barli.
“Jas pria memang ada format khusus yang kalau dibedah satu ya bedah semua, kalau perempuan misal salah payet ya harus bongkar payet. Namun kalau dibanding dari segi harga, gaun perempuan lebih mahal.”
Walau membuat pakaian pengantin pria dapat dibilang susah-susah gampang, namun setidaknya harga pakaian kaum Adam tidak akan lebih fantastis dibanding gaun untuk sang ratu di kursi pelaminan. (CNN Indonesia)