pemkab muba pemkab muba
Agri Farming

Ubah Sabut Kelapa Jadi Pupuk Organik, Petani Milenial OKI Hasilkan Padi Berkualitas

464
×

Ubah Sabut Kelapa Jadi Pupuk Organik, Petani Milenial OKI Hasilkan Padi Berkualitas

Sebarkan artikel ini
pemkab muba pemkab muba

OKI – Jangan bilang anak muda sekarang enggan turun ke sawah. Hal itu dibuktikan Novriansyah (35), seorang petani milenial Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mampu menghasilkan beras organik dari pupuk yang dibuat sendiri.

Novriansyah mengatakan, peralihan pupuk kimia ke pupuk organic baru dijalani sekitar 4 tahun terakhir dengan luasan lahan yang digarap sekitar satu hektar.

“Jadi sampai sekarang lahan yang benar-benar full organik seluas seperempat hektar, sisanya tiga per empat hektar statusnya masih semi organik,” ujarnya saat ditemui, Selasa (12/7/2022) pagi.

Dimana saat awal perubahan pemberian pupuk organik terdapat kendala yang dirasakan karena hasil panen jauh menurun.

“Pada tahun pertama peralihan pemberian pupuk organik satu hektar hanya menghasilkan sekitar 4 ton Gabah Kering Giling (GKG),” ucapnya.

Tetapi di tahun kedua, ketiga semakin meningkat dan untuk tahun ke empat kemarin sudah kembali normal seperti saat memakai pupuk kimia yaitu 6 -7 ton,” ungkapnya.

Dia juga mengatakan, ke depan bakal ada penambahan jumlah lahan yang akan menerapkan pemupukan secara organik.

“Insyaallah kedepan ada penambahan dari lahan persawahan milik tetangga kiri maupun kanan sekitar 7 – 8 hektar,” ujarnya.

Diceritakannya, beras organik memiliki kualitas yang bagus dengan rasa yang lebih segar dan wangi. Apalagi sudah dijamin lebih sehat untuk dikonsumsi.

“Kalau untuk sementara ini, rata-rata langganan yang membeli hanya sebatas orang kantor ataupun warga yang mapan. Kalau masyarakat untuk banyak yang enggan beli beras ini dikarenakan harga jual lebih mahal yaitu Rp 15.000 perkilogram dan cukup sulit memasarkan beras organik. katanya.

Menurutnya, cukup sulit beradaptasi lahan yang sebelumnya diberi pupuk kimia dan beralih dengan pemberian pupuk organik. Hal itu dikarenakan kadar residu dari zat-zat kimia yang telah tercampur kedalam tanah.

Masalahnya banyak lahan-lahan di sini yang masih sakit. Jadi kita harus nyari-nyari lahan yang sehat atau bukaan baru.

“Kalau lahan lama sudah terlalu banyak residu dari zat-zat kimia jadi agak susah untuk proses organiknya,” jelas dia.

Berbekal pengalaman dan pelatihan yang telah diikutinya selama ini, Novriansyah mampu membuat sendiri 4 macam jenis pupuk cair dan 1 macam pupuk padat dengan bahan-bahan utama yang didapatkan dari sekitar rumahnya.

Mulai dari pupuk padat bernama Kohe, pupuk cair urea, fosfat, pengganti KCL dan pupuk PGPR.

“Bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) urea yaitu rumput-rumput lalu dicacah dan ditambahi dengan gula cair dan bakteri EM4 dan tunggu dipermentasikan selama kurang lebih 15 – 30 hari,” jelasnya.

“Lalu POC fosfat dengan bahan bonggol pohon pisang kemudian dicacah halus dan diberikan molase (gula cair) serta tambahkan bakteri EM4 secukupnya tunggu selama 1 bulan,” jelasnya lagi.

“Kalau pupuk pengganti KCL bisa diolah dari serabut kelapa dicacah lalu diberi air tambahkan juga gula cair dan beri bakteri EM4 dan fermentasi juga selama 1 bulan,” sebutnya.

Terakhir pembuatan POC PGPR sedikit sulit bahannya, yaitu dari akar-akar bambu, akar putri malu atau akar pisang yang banyak mengandung bakteri.

“Lalu dicampur air matang dan direndam selama 5 hari setelah dapat biangnya dapat barulah dicampur dedak yang sudah direbus dan tambahkan terasi serta campurkan dengan gula cair. Tinggal tunggu selama 15 – 30 hari baru siap disemprotkan,” tuturnya.

Dengan sistem pembuatan pupuk organik ini, dirinya dapat melakukan penghematan biaya perawatan sawah miliknya.

Seluruh pembuatan POC tersebut hanya membutuhkan molase (gula cair) dan bakteri EM4.

“Jadi hanya dua bahan yang dibeli yaitu gula cair perliter Rp 20.000 dan bakteri EM4 perbotol hanya Rp 35.000. Sedangkan bahan baku lainnya bahan dari sekitar atau mudah didapat,” terangnya.

Dirinya berharap agar pemerintah ataupun pihak terkait dapat membantu dari segi pemasaran beras organik tersebut. Agar lebih banyak petani yang beralih memakai pupuk organik.

“Kalau bisa kami ini diarahkan dimana tempat penjualan yang mau menerima beras organik dalam jumlah banyak. Serta diberikan bantuan untuk mengurus ijin untuk mendapatkan label beras organik dan Standar Nasional Indonesia (SNI),” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *