pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Agri Farming

Sebanyak 36 Ekor Penyu Hijau Kembali Hendak Diperdagangkan

73
×

Sebanyak 36 Ekor Penyu Hijau Kembali Hendak Diperdagangkan

Sebarkan artikel ini
penyu-polair
pemkab muba
  • Perdagangan penyu hijau terus terjadi di Bali
  • Sebanyak 36 Penyu Hijau ditransportasikan dari Banyuwangi ke Bali, sebanyak 7 tersangka ditahan
  • Bali bukan lokasi peneluran penyu hijau, namun dari sejumlah kasus jadi lokasi tujuan perdagangan.
  • Selain masalah kode etik konservasi penyu, perdagangan penyu masih menjadi tantangan pelestariannya.

Hasil pemeriksaan kesehatan 36 ekor penyu hijau ini (Chelonia mydas) menunjukkan hampir semua sehat. Hanya 12 mengalami sedikit gangguan, namun sebagian besar siap dilepasliarkan kembali. Semoga tak tertangkap pemburu lagi, setelah ditangkap dan hendak diperdagangkan di Bali.

Dokter hewan Aidel Alvido yang memeriksa penyu di Turtle Conservation and Education Center (TCEC) mengatakan hampir semua penyu sehat dan siap dilepaskan. Namun saat ini sedang diperiksa darahnya untuk memastikan. Dari pemeriksaan luar, satu ekor penyu mengalami sedikit masalah karena usus keluar dari ekor. “Tapi biasanya masuk lagi jika sudah beradaptasi di kolam. Kemungkinan karena kelamaan di darat,” jelasnya pada Selasa (14/7). Satu ekor lagi mengalami cacat kemungkinan dari lahir dicangkangnya.

Dilihat dari ukuran, rata-rata remaja sampai dewasa. Usia susah diprediksi. Kebanyakan betina, dan jantan sekitar 4 ekor, namun ada beberapa perlu diidentifikasi lagi karena masih muda. Dari data TCEC, panjang karapasnya antara 42-101 meter.

Aidel memprediksi para penyu ditangkap di daerah penelurannya, sehingga yang betina banyak tertangkap. Penangkapnya sudah tahu lokasi-lokasi peneluran.

Sebanyak 36 ekor penyu hendak diperdagangkan, diangkut dari pesisir Banyuwangi dengan tujuan Bali. Sebanyak 7 pengangkut diperiksa sebagai tersangka, sementara bosnya sedang ditelusuri. Foto: Arsip BKSDA Bali

Data-data yang dikumpulkan dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali menyebut sebanyak 7 tersangka pembawa 36 penyu hijau ini ditangkap oleh Ditpolair Polda Bali pada Sabtu (11/07/2020).

Polair mendapat informasi ada rencana perdagangan penyu hijau ini dan sebuah kapal dengan muatan penyu tersebut ditemukan pada Sabtu malam di Dermaga Segara Kodang, Pemelisan, Denpasar. Pada dini hari, Ditpolair Polda Bali membawa kapal motor ke kantornya di Pelabuhan Benoa dan dihitung berisi muatan 36 ekor Penyu Hijau.

Keesokan hari pada Minggu, para penyu dievakuasi dan dititiprawatkan sementara di TCEC Serangan. Ini lokasi langganan untuk observasi dan perawatan penyu karena memiliki sejumlah kolam-kolam, dokter hewan, dan relawan.

Di sana dilakukan pemeriksaan kesehatan, identifikasi jenis kelamin dan pengukuran karapas, dan memasang tagging pada flipper depan sebelah kanan. Pemasangan alat pemantau ini adalah prosedur sebelum dilepasliarkan kembali untuk monitoring.

Prawono Meruanto, Kepala Bagian Tata Usaha Balai KSDA Bali menyebut para tersangka melanggar Undang-undang No.5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. BKSDA Bali dan Ditpolair Polda Bali akan menyisakan 3 ekor penyu sebagai barang bukti penyidikan lebih lanjut.

Ia mengatakan modusnya belum diketahui, sedang didalami penyidik Polair. “Tidak mau menebak-nebak, kebiasaan warga di sini memang dikonsumsi,” ujar Meruanto. Terkait lokasi-lokasi penyembelihan dan perdagangannya, ia juga belum mau merinci.

Lokasi penangkapan terbanyak di pesisir Selatan Bali. “Biasanya mendarat di Selatan,” tambahnya. Bagaimana dengan penegakan hukum bagi pelanggan daging penyu? Meruanto mengatakan pihaknya berpegang dengan kebijakan lembaga keagamaan Hindu seperti PHDI yang sudah membuat kesepakatan terkait persyaratan untuk kebutuhan upacara, ukuran, dan jenisnya. “Masyarakat masih banyak yang konsumsi. Harus sinergi, rajin-rajin melakukan sosialisasi dan sidak ke restoran atau penjualnya,” sebutnya.

Dikutip dari laman Nusa Bali,   sebanyak 7 penyelundup penyu asal Sumbawa, NTB ini sudah menyebut nama Muhayat sebagai bosnya. Ketujuh tersangka ini hanya disuruh mengambil penyu di Kerajakan, Banyuwangi, Jawa Timur. Ketujuh penyelundup 36 ekor penyu adalah Muhalim, 34 (nahkoda kapal), Herman, 38, Wisnu, 37, Dedi, 28, Satolah, 49, Herman, 33, dan Aminudi, 53. Ketujuh pelaku dijerat pasal 21 ayat 2 huruf (a) jo pasal 40 ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Nama yang disebut sebagai bos itu disebut mukim di kawasan Serangan, Denpasar Selatan dan diduga sudah lama melakoni bisnis jual beli penyu. Harga satu ekor penyu sekitar Rp2 juta hingga Rp5 juta. Sekali menyelundupkan, Muhayat dan komplotannya bisa membawa 50 hingga ratusan ekor penyu.

Kompol Toni Sugadri Kepala Subdit Penegakan Hukum Polair Polda Bali dikonfirmasi Mongabay Indonesia pada Selasa (14/07/2020) mengatakan pihaknya sudah memberikan surat pemanggilan Muhayat sebagai saksi. Apakah nama ini pernah jadi tersangka atau terpidana sebelumnya di kasus yang sama? Toni mengatakan belum melihat data-data sebelumnya. Ketujuh tersangka mengangkut penyu tersebut dari perairan Banyuwangi.

Kasus sebelumnya pada 18 Desember 2019, tujuh ekor penyu hijau dewasa ditemukan terikat di dekat hutan bakau pesisir kabupaten Buleleng, Bali. Sebelumnya pada Oktober, 13 ekor Chelonia mydas ditemukan hendak diperdagangkan di Kabupaten Jembrana. Menambah 18 ekor kasus penyelundupan pada September. Perdagangan penyu hijau, jenis yang tak ada di Bali ini masih tinggi namun tak banyak pelaku tertangkap.

IB Windia Adnyana, peneliti penyu dari Universitas Udayana pernah memaparkan konservasi penyu di Bali telah mulai dilakukan sejak 2004/2005. Bali hanya memiliki penyu lekang dan sedikit penyu sisik. Tantangan dalam konservasi penyu adalah adanya perdagangan, wisata penyu, edukasi, kejadian terdampar, perawatan, dan pemantauan. Sementara yang masih harus dikerjakan terkait pariwisata penyu adalah perlunya standar dalam pariwisata penyu dan edukasi.

Daging penyu disebut tidak sehat dimakan karena usia penyu cukup panjang dan kemungkinan mengandung sejumlah kandungan logam dari pakan yang dimakannya di lautan. Puluhan warga Mentawai, Sumatera Barat keracunan usai menyantap daging penyu saat pesta adat (punen) di Desa Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Minggu (18/2/18). Dari puluhan orang keracunan itu, tiga meninggal dunia, 16 korban masih menjalani perawatan intensif di Balai Kesehatan Desa Taileleu dan dua orang di Puskesmas Siberut Barat Daya.

Hampir semua jenis penyu masuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh Undang-undang karena dikhawatirkan akan terjadi kepunahan. Penyu Hijau, sesuai dengan status konservasi The World Concervation Union (IUCN) merupakan satwa yang terancam punah.

Selain penyu hijau yang paling banyak ditangkap untuk diperdagangkan, Indonesia merupakan wilayah migrasi enam dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia. Juga lokasi peneluran (nesting site) dari penyu lekang (Lepidichelys olivaceae), penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu pipih (Natator depressus), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Semua jenis penyu di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri LHK No 106 tahun 2018 termasuk satwa dilindungi. (Sumber: mongabay.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *