pemkab muba pemkab muba
Agri Farming

Duh…,Petani Karet Selalu Was-was Mengejar Fulus…!

152
×

Duh…,Petani Karet Selalu Was-was Mengejar Fulus…!

Sebarkan artikel ini
petani-karet-di-sumsel-diserang-hama-gugur-daun-produksi-turun-50-persen
pemkab muba pemkab muba

Palembang – Saat ini kondisi perekonomian Indonesia sedang terpuruk. Memburuknya kondisi perekonomian nasional berdampak sampai pada kehidupan masyarakat petani karet. Petani karet yang sumber pendapatan utamanya berasal dari hasil perkebunan karet, saat ini harus kelimpungan dan gigit jari mendapati harga karet yang sangat rendah.

Dalam sepuluh tahun terakhir, kondisi saat inilah yang paling parah dan menyedihkan. Di Indonesia, petani karet paling banyak berada di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Bagaimana tidak?. Beberapa tahun yang lalu, harga karet (Hevea Brasiliensis) perkilo bisa mencapai harga di atas Rp 20.000. Sedangkan saat ini, harga karet perkilonya berkisar Rp 19.891. Harga itu termasuk Kadar Karet Kering (K3) 100 persen. Sedang K3 70 persen seharga Rp 13.924. Harga K3 yang 60 persen Rp 11.935. Sedang K3 yang 50 persen seharga Rp 9.946.

Harga karet memang tidak menentu. Biasanya naik tinggi, dan biasanya juga turun rendah, seperti saat ini.

Naik turunnya harga karet terjadi dengan sendirinya. Petani pun sampai saat ini belum mengetahui secara pasti, apa penyebab naik turunnya harga karet tersebut.

H Fachrurrozi Rais Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan menambahkan, bahwa mereka (petani) mungkin hanya bisa berspekulasi, apakah ini memang terbentuk secara alamiah berdasarkan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), ataukah karena permainan orang-orang atasan.

‘’Begitulah para petani karet, mereka hanya bisa mereka-reka, hanya bisa pasrah ketika menghadapi masa sulit ini. Tapi ada juga kabar belakangan ini yang menyebabkan harga karet anjlok drastis karena cadangan karet dunia masih banyak, sehingga permintaan karet sedikit, makanya harganya sangat murah,’’ sambung Fachrurrozi.

Fakta menuliskan, dalam kondisi yang sulit seperti saat ini, banyak para petani karet harus pergi keluar daerahnya. Pergi entah ke mana, yang penting bisa bertahan hidup dan memperbaiki taraf hidup.

Agar bisa mendapatkan apa yang bisa dimakan untuk hari esok, mereka harus merantau meninggalkan pekerjaannya sebagai petani karet. Karena bekerja menjadi petani karet, pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Tidak cukup untuk menghidupi anak dan istri, terlebih bagi mereka yang mempunyai anak yang sedang sekolah atau kuliah di luar daerah. Membutuhkan usaha yang berlipat ganda bagi petani karet untuk bisa memenuhi tuntutan kebutuhan hidup dan tanggung jawab keluarga. Perjalanan hidup mereka saat ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat.

‘’Dengan adanya masa sulit seperti saat ini, petani karet mesti bisa mengatur pendapatan dan pengeluaran mereka. Ketika harga karet sedang tinggi, tidak perlulah mereka bergaya hidup hedonis, serba mewah dan berlebihan. Gunakan uang yang didapat secukupnya saja. Jika sisa, simpanlah untuk kemudian hari. Gunakanlah uang simpanan tersebut untuk berjaga-jaga, ketika masa sulit datang seperti saat ini, barulah uang tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan. Jadi ketika harga karet sedang rendah, tidak terlalu susah menjalani hidup. Masa sulit memang tidak bisa dihindari, tapi paling tidak kita masih bisa meminimalisir,’’ ia menyampaikan.

Setidaknya para petani karet, lanjut Fachrurozi, telah mengetahui pola,kapan naik dan turunnya harga karet. Biasanya di waktu kapan, bulan berapa, dan ketika menjelang hari besar apa, atau mungkin ketika menjelang hajatan besar politik, harga karet akan mengalami kenaikan atau penurunan. Pola seperti inilah yang biasanya dipakai petani karet untuk memprediksi kapan harga karet naik atau turun. (*)

Aib’ Petani di Rantai Pasar

Agak aneh memang, memprediksi harga tidak berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, melainkan berdasarkan periodik momen-momen besar yang ada di masyarakat.

Dan petani karet memprediksi dengan cara seperti itu bukan asal-asalan, mereka melakukan itu berdasarkan kejadian yang dialami secara berulang-ulang dan selama bertahun-tahun. Jika petani karet sudah mengetahui kapan biasanya harga karet akan naik dan akan turun, maka mudah bagi mereka untuk mengatur pandapatan dan pegeluaran mereka yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

‘’Saya sedih ternyata masih banyak para petani karet yang menjual kepada pengepul. Otomatis harga yang dijual sangat murah. Nah, andai saja para petani mau jual hasil panen melalui sistem kemitraan dan lelang kepada pabrik pengolah atau eksportir dalam hal ini lewat UPPB, maka diharapkan dapat menutupi kebutuhan dapur petani selama satu bulan. Karena salah satu tujuan UPPB adalah memperpendek rantai pasar yang cukup panjang juga meningkatkan nilai tambah bagi petani karet,” dia berkata.

Guna mengoptimalkan serta mendorong hilirisasi komoditas karet, kini Disbun Sumsel sedang berupaya menggalakkan hilirasasi agar dapat mendorong peningkatan produksi dan produktivitas tanaman dengan intensifikasi (peremajaan).

Sementara langkah perbaikan karet dilakukan dengan meningkatkan pembentukkan dan pemberdayaan kelompok petani dan lelang empat S, yaitu satu lokasi, satu mutu, satu harga dan satu hari lelang.

‘’Terkait dengan UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) kelompok tani. Banyak sekali manfaat dan tantangan yang dihadapi petani karet di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan,’’ ungkapnya.

Juga sebenarnya tujuan UPPB adalah memperpendek rantai pasar yang cukup panjang juga meningkatkan nilai tambah bagi petani karet.

Disamping itu, manfaatnya adalah adanya aturan yang disepakati secara musyawarah; meningkatnya mutu bokar petani melalui pemasaran bersama; meningkatkan posisi tawar bagi petani; media komunikasi petani agar dapat turut serta dalam program-program pengembangan karet rakyat.

Adapun tantangan yang dihadapi oleh petani karet seperti modal usaha, komitmen anggota terhadap aturan yang berlaku, persaingan harga dengan tengkulak dan pedagang perantara, minimnya pengawasan terhadap mutu teknis pengolahan bokar, serta kurangnya pendampingan dalam pemasaran akibatnya minat petani lainnya untuk bergabung masih sedikit.

Pelatihan dan pembinaan menjadi kegiatan yang sepatutnya dilakukan rutin dengan melibatkan anggota kelompok tani sebanyak mungkin. Pendampingan terhadap UPPB harus dilakukan berkelanjutan sehingga dapat menjadi agen perubahan dari berlangsungnya gernas bokar bersih.

UPPB dilakukan dengan kerjasama pada perusahaan, yakni mendorong petani melakukan produk hilirisasi pada pembuatan sparepart automotif, ban vulkanisir, alat kesehatan, conveyor belt dan produk berbasi produksi karet lainnya.

“Semangat kita, yakni bagaimana mendukung kegiatan petani melalui kelompok tani dengan menggunakan anggaran APBN, dan anggaran pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kota dan kabupaten,” ucapnya.

Kata Fachrurrozi, pemerintah dan lembaga penelitian diharapkan merumuskan langkah-langkah tepat sehingga peraturan daerah dapat diimplementasikan dan pemberlakuan sanksi bagi tindak pelanggaran terhadap aturan dan penerapan bokar bersih dapat dilakukan.

Kajian terhadap kelangsungan program GNBB diperlukan agar pencapaian tujuan dari terbentuknya UPPB untuk mendukung pengembangan industri karet alam nasional.

‘’Akhirnya, dibutuhkan banyak tangan untuk menolong kehidupan para petani karet yang saat ini tengah diterpa masa sulit,’’ tutupnya. (RSD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *