pemkab muba pemkab muba
Bangka Belitung

Penebangan Liar di Sungai Nyire: Menelusuri Jejak Legalitas di Balik Hutan Basah yang Terabaikan

210
×

Penebangan Liar di Sungai Nyire: Menelusuri Jejak Legalitas di Balik Hutan Basah yang Terabaikan

Sebarkan artikel ini
pemkab muba pemkab muba

 Bangka Selatan – Kisah seru di balik hutan basah Sungai Nyire kembali menghiasi perbincangan masyarakat. Di desas-desus hutan yang gemericiknya pernah menjadi sumber kehidupan bagi banyak makhluk hidup, kini dirundung kegelisahan oleh aktivitas penebangan liar yang tak kunjung reda, Selasa (27/02/2024).

Berdasarkan pantauan awak media di lapangan, hutan seakan menjadi saksi bisu atas perubahan drastis yang terjadi. Kayu-kayu yang merayap di sepanjang aliran sungai seperti cerminan kesedihan akan nasib mereka yang tercabik dari tempat asalnya. Masyarakat sekitar pun terus meradang, dihantui oleh ketidakpastian akan masa depan lingkungan hidup mereka.

Namun, di balik kekacauan tersebut, muncul pertanyaan yang menggelitik: apakah kegiatan ini benar-benar dilakukan secara legal?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, awak media melakukan penelusuran lebih lanjut. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, kami mengetahui bahwa aktivitas penebangan yang terjadi di kawasan hutan Sungai Nyire perbatasan antara desa Pergam kecamatan Air Gegas dan desa Serdang kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan memang tengah menjadi perhatian serius pihak terkait.

Selama berabad-abad, hutan-hutan telah menjadi penjaga kekayaan alam, tetapi di antara keindahannya, terselip pula tragedi pengrusakan lingkungan. Hutan Sungai Nyireh, dengan segala pesonanya, menjadi saksi bisu akan peristiwa misterius yang meresahkan masyarakat setempat.

Jejak-jejak keberadaan kayu-kayu yang terhanyut di aliran Sungai Nyireh. Pertanyaan demi pertanyaan menguak misteri yang tersembunyi di dalam dedaunan. Apakah kayu-kayu tersebut hasil pembalakan ilegal yang merajalela, ataukah ada legalitas yang tersembunyi di balik bayangan malam?

Resah dan Kekhawatiran
Masyarakat sekitar, terutama para pemancing yang sering berinteraksi langsung dengan aliran Sungai Nyireh, Dimana itu tempat mata pencaharian mereka merasakan getaran kekhawatiran yang mendalam.

“Sudah dua minggu lebih kayu-kayu itu mengapung di sini. Hasil mancing pun tidak seperti dulu. Sekarang sudah susah untuk mencari Ikan Baong, Udang dan ikan lainnya,” ujar Supri, seorang pemancing.

“Kami khawatir dengan dampaknya jika hujan lebat turun, sungai ini bisa meluap dan membawa kayu-kayu itu ke pemukiman kami.” ungkap Supri.

Kekhawatiran akan bahaya banjir dan dampak negatif terhadap ekosistem setempat menjadi sorotan utama dalam suara masyarakat. Mereka mengharapkan kejelasan akan legalitas kegiatan yang terjadi di hutan tersebut.

Tak dapat dipungkiri, dampak terhadap lingkungan dan masyarakat kedepan dari penebangan liar ini sangatlah merugikan. Tidak hanya bagi lingkungan hidup yang menjadi habitat berbagai spesies, seperti Ikan Baong, Udang galah, tetapi juga bagi masyarakat sekitar yang bergantung pada kelestarian hutan yang merupakan daerah resapan sumber air untuk sawah Limus Serdang, Pergam bagi kehidupan mereka.

Salah satu warga setempat, Ibu Fat, mengungkapkan kekhawatiran yang sama terhadap akibat penebangan hutan secara besar-besaran yang ditimbulkan oleh penumpukan kayu di sepanjang aliran sungai.

“Ketika musim hujan tiba, kami selalu was-was akan kemungkinan banjir karena kayu-kayu yang menumpuk dapat menghambat aliran sungai dan apabila musim kemarau sawah Limus, Serdang dan Pergam juga akan terkena dampak kekeringan yang akan melanda,” ujarnya dengan nada cemas.

Diperlukan tindakan konkret dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk melindungi sumber daya alam yang semakin menipis ini. Semoga, dengan kerja keras dan kesadaran bersama, kita dapat menjaga keindahan alam untuk generasi-generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *