pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Berita Daerah

Tambang ‘Lahap’ Ekosistem Bukit Barisan

67
×

Tambang ‘Lahap’ Ekosistem Bukit Barisan

Sebarkan artikel ini
IMG-20210418-WA0006
pemkab muba

MUARA ENIM – Batubara merupakan emas hitam yang harusnya dapat mensejahterakan masyarakat Muara Enim dan Lahat, namun hal ini terkesan malah sebaliknya menjadi “kutukan sumber daya alam”.

Sudah hampir seabad tambang batubara mengeksploitasi batubara dari perut bumi Tanah Lematang dan Ogan tengah dan sekarang ditambah tambang swasta menghancur leburkan ekosistem Bukit Barisan.

“Saya tidak dapat membayangkan apa jadinya tanah lematang dan Ogan Tengah ini kelak setelah pasca tambang 10 atau 20 tahun mendatang. Lubang-lubang besar bertebaran di bukit-bukit yang gundul karena tanah humus berganti dengan tanah liat bekas galian batubara”, kata Deputy MAKI Sumsel, Feri, Minggu (18/4/2021).

Kaki bukit tunjuk dan kawasan kaki bukit barisan, lanjutnya, sudah mulai menjadi hamparan semak perdu menggantikan pohon-pohon besar yang dahulunya menjadi penyanggah sumber air sungai Lematang, Enim dan Sungai Ogan. “Sudah lebih dari 5 (lima) miliar ton tanah digali untuk mengambil batu bara yang tersembunyi di dalam perut bumi dan pernah kejadian tanah bergerak menggeser kota Muara Enim,” tambah Feri.

“Batubara yang menguntungkan segelintir manusia dan menopang energi listrik untuk kehidupan yang lebih baik tapi tidak menjadikan masyarakat ulayat sejahtera,” ujar Feri.

Dia juga menilai batubara menjadi alat politik, batubara menjadi sumber kekayaan oknum mantan-mantan pejabat, sementara masyarakat Lematang dan Ogan tengah merasakan dampaknya dengan perubahan suhu yang berakibat hasil panen menjadi tidak stabil dan sumber daya air yang mulai tercemar.

“Salah satu perusahaan plat merah yang menjadi pionir tambang Batubara di Lahat dan Muara Enim seakan menjadi negara di dalam negara dengan segala pasilitas eksklusive yang ada di dalamnya ibarat bumi dan langit dengan masyarakat di mulut tambang dan belum lagi tambang swasta yang menikmati pasilitas negara berupa jalan aspal dan hak wilayah tambang tak berbatas,” ungkap Feri.

“Semua ini menjadikan masyarakat ulayat tamu di rumah sendiri atau ibarat tikus yang mati di lumbung padi dan nantinya anak cucu mereka akan merasakan dampak hancurnya ekosistem hutan tropis Bukit Barisan,” tandasnya. (Rahmad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *