JAKARTA | Sebanyak 4 orang anggota DPR menggulirkan mosi tidak percaya kepada Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus yang menjadi perkara di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Jika sanksi MKD tak memenuhi kehendak, mereka siap usulkan Pansus Freeport.
Keempat anggota itu adalah Adian Napitupulu (PDIP), Taufiqulhadi (NasDem), Inas Nasrullah dan Harvin Hakim Toha (PKB). Mereka menggulirkan mosi tidak percaya dan meminta Setya Novanto mundur sebagai Ketua DPR RI.
“Kalau juga tidak mengundurkan diri, maka rekomendasi MKD harus mengundurkan diri. Apabila tidak, kami akan lakukan tindakan berikutnya. Kami dorong Pansus Freeport,” ucap Taufiqulhadi di gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Taufiq menyebut usul itu inisiatifnya sendiri sebagai anggota DPR, namun berharap juga mendapat dukungan dari anggota di fraksi lainnya. Soal nama Pansus, apakah hak angket atau interpelasi, Taufiq belum bisa memastikan.
“Saya ingin dorong terus menerus MKD untuk memproses peristiwa/kasus ini, jangan bermain-main seperti yang dilakukan sebelumnya (kasus Trumpgate -red),” ujarnya.
“Walau keduanya (Novanto-Fadli) sudah dipanggil berkali-kali, tidak mau hadir. Tapi tetap saja rekomendasinya pelanggaran ringan,” imbuh Taufiq.
Anggota Fraksi Hanura Inas Nasrullah menyayangkan sikap Novanto yang secara diam-diam melakukan lobi dengan Presdir PT Freeport dan pengusaha Reza Chalid. Dalam laporan Sudirman, Novanto disebut menjanjikan penyelesaian perpanjangan kontrak PT Freeport sambil meminta saham.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi sekarang di DPR RI, di mana pimpinan atau komandan DPR juga terlibat dalam upaya-upaya makelar. Atau saya sebut pemalakan, upaya memalak Freeport,” ucap Inas.
“Padahal seharusnya segala sesuatu yang berhubungan dengan Freeport, disposisi saja ke komisi VII. Kenapa ketua DPR harus turun tangan,” kritiknya.
Anggota PDIP Adian Napitupulu menambahkan, tindakan Novanto dianggap telah merendahkan martabat DPR RI di mata masyarakat. Menurutnya, Novanto harusnya menyadari agar segera mengundurkan diri dari jabatannya.
“Apa yang dilakukan pimpinan DPR bagi saya di luar batasan, berulang-ulang. Kok seperti tuman,” ujar Adian.
“Kalau benar ada permintaan saham dan surat ke Pertamina, kita jadi bingung. Pimpinan DPR kita satu sisi makelar, satu sisi tukang tagih,” imbuh mantan aktivis 98 itu. (robi/detik)