pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Berita Daerah

Minyak Goreng Hilang di Pasaran, Disdag OKI Terkesan Tutup Mata

87
×

Minyak Goreng Hilang di Pasaran, Disdag OKI Terkesan Tutup Mata

Sebarkan artikel ini
IMG-20220224-WA0080
pemkab muba

Kayuagung | Pasca diumumkannya satu harga oleh pemerintah untuk penjualan minyak goreng (migor) sebesar Rp14.000 per liter berlaku per 1 Februari, keberadaan migor di Kabupaten OKI mendadak hilang dari pasaran.

Bukan saja hilang beredar di agen, distributor, pasar tradisional, bahkan di pasar modern pun tak ada satupun yang menjual migor.

Ironisnya, Dinas Perdagangan (Disdag) OKI terkesan tutup mata melihat kondisi demikian. Bahkan sekali pun belum terpantau Disdag OKI melakukan inspeksi mendadak (sidak) mengcroscek keberadaan salah satu sembilan bahan pokok (sembako) yang diperlukan masyarakat maupun pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK).

“Kemana Disdag OKI ditengah warga membutuhkan migor. Seharusnya Disdag hadir mengatasi persoalan kelangkaan migor ini,” keluh Yudi, pedagang tahu chrispy di Kayuagung, Kamis (24/2/2022).

Dia mengilustrasikan seperti di kabupaten/kota lain di Sumsel, pemerintah hadir dengan menggelar operasi pasar (OP). Justru di OKI pemerintah kurang peka mengatasi kelangkaan dan mahalnya migor.

“Memang kelangkaan ini masalah nasional. Tapi, minimal pemerintah hadir memberikan solusi membantu rakyat kecil. Saya juga belum mendengar ada OP migor di Kayuagung ini,” terangnya.

Dia mengaku tiga hari lalu mendapatkan migor dengan harga Rp25.000 per liter. Namun kini ada harga, namun migor sulit didapat.

“Mana kata pemerintah pusat satu harga dijual Rp14.000 per liter. Justru di pasar harga migor Rp25.000 per liter,” akunya.

Dia berharap pemerintah respek melihat kondisi dilapangan dengan mencarikan formula agar ketersediaan migor ada dengan harga terjangkau.

Sementara itu, Lis, ibu rumah tangga ini mengaku sulit mendapatkan migor. Kalaupun ada, harganya pun selangit.

“Sudah satu pekan ini saya berkeliling ke pasar modern Indomaret maupun Alfamart, tapi tidak tersedia. Ada orang jual di media sosial, tapi harganya tinggi Rp25.000 per liter. Daripada tidak dapat, ya terpaksa beli,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) OKI Ali Musa menerangkan hampir semua masyarakat mengeluhkan atas kelangkaan migor ini, terutama ibu rumah tangga dan para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Dia menilai dinas terkait di Kabupaten OKI dianggap tidak mempunyai sikap dan solusi jelas terhadap upaya yang seharusnya dilakukan agar kelangkaan migor di pasaran ini cepat teratasi.

“Memang permasalahan kelangkaan migor ini memang merupakan masalah nasional. Tapi kita di daerah ini jangan sampai latah, dengan menyebut masalah ini adalah masalah nasional, sehingga seakan solusinya ada di nasional. Jangan seperti itu, pemerintah daerah harus memiliki solusi sendiri. Karena berhadapan langsung dengan masyarakat,” pintanya.

Setali tiga uang, Ketua Corporation Anti Corruption Agency (CACA) Sumsel Reza Fahlevi menambahkan pemerintah daerah harus menyikapi masalah kelangkaan migor ini dengan solusi jelas agar masyarakat tidak kebingungan.

“Kelangkaan migor ini memang masalah nasional. Namun paling tidak Disdag OKI hadir di tengah-tengah masyarakat. Kalau berdiam diri menunggu solusi pemerintah pusat, semuanya bisa. Ya, minimal berkoodinasi dengan kepala daerah, pemerintah provinsi ataupun mengumpulkan distributor mencarikan solusi jangka pendek mengatasi kelangkaan migor ini,” jelasnya.

Menyikapi hal itu, Kepala Disdag OKI H Alamsyah dikonfirmasi melalui selulernya, Kamis (24/2/2022) mengaku hanya bisa pasrah melihat kondisi kelangkaan migor di OKI.

“Mau bagaimana lagi, masalah kelangkaan migor ini merupakan masalah nasional,” akunya.

Dia pun menapik kalau pihaknya hanya berdiam diri melihat kondisi kelangkaan migor ini.

Dia mengaku sudah melakukan sidak atas ketersediaan migor beberapa waktu lalu. Sayangnya, ia enggan menyebutkan kapan sidak dilakukan.

Bahkan pihaknya mengklaim juga telah melakukan OP migor.

“Beberapa waktu lalu kami sudah melakukan sidak dan OP migor. Masak harus laporan ke wartawan. Kalau mau gelar OP migor, darimana anggarannya. Kabupaten/kota lain bisa menggelar OP itu karena mereka ada anggarannya,” cetus Alamsyah. (Romi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *