JAKARTA I Sejumlah masyarakat Pulau Buru, Provinsi Maluku, berharap pemerintah segera membuka kembali akses pertambangan di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Selama ini, akses tersebut ditutup dengan alasan ilegal dan mencemari lingkungan.
Raja Wael Mansyur, tokoh adat Kabupaten Buru keturunan Kayeli mengklaim, tambang Gunung Botak sebetulnya sudah mendapatkan izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dari Pemerintah Daerah sejak tahun 2013 dengan luas 250 hektare (ha). Namun, hingga kini, tambang tersebut tidak pernah dioperasikan sebagaimana mestinya.
Ia membantah, penggunaan bahan-bahan berbahaya yang dilakukan dalam proses pemurnian emas di dalamnya. Menurut dia, kemungkinan hal tersebut dilakukan oleh penambang dari luar pulau. Sehingga, ia merasa tak adil jika penutupan tambang dilakukan hanya karena kepentingan pihak tertentu.
“Tambang Gunung Botak seperti ini karena berbagai intervensi atau campur tangan kepentingan pihak-pihak yang ada di wilayah Gunung Botak. Pemda telah menerbitkan izin terhadap pertambangan rakyat itu pada 2013, tetapi sampai hari ini tambang yang jadi idaman rakyat adat kabupaten Buru itu tidak pernah berjalan,” ujar Wael, Senin (13/6).
Ia menuturkan, pembukaan kembali tambang Gunung Botak akan memberikan kepastian penghasilan kepada masyarakat sekitar, mengingat potensi emas di dalamnya terbilang cukup besar. Yakni, 10 part per million (PPM) per metrik ton atau 10 gram emas dari 1 ton material.
“Di Gunung Botak ini ada sekitar 50 ribu orang bekerja di pertambangan. Asumsi kami, dari 50 ribu ini akan memberikan dampak ke 10 orang. Berarti, ada 500 ribu orang yang dihidupi oleh tambang Gunung Botak,” jelasnya.
Bambang Gatot, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menambahkan, otoritas terkait akan mengevaluasi kembali izin WPR yang telah diberikan kepada pemda berdasarkan kriteria, seperti ketersediaan cadangan dekat permukaan, mudah, serta tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Apabila evaluasi selesai, instansinya akan meminta tanggapan masyarakat Kabupaten Buru terkait duduk persoalan yang sebetulnya. Terkait hal tersebut, Kementerian ESDM menyerahkan kembali keputusan pembukaan tambang Gunung Botak kepada Pemerintah Provinsi Maluku.
“Pada prinsipnya, kami netral supaya tidak terjadi konflik, supaya tidak ada pencemaran lingkungan karena isunya pencemaran lingkungan di sana cukup berat. Makanya, kami berusaha menata dan yang penting bagaimana memberi manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat,” jelasnya.
Sebagai informasi, tambang Gunung Botak dimulai sejak tahun 2011, di mana aktivitas di dalamnya dilakukan dengan bahan-bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida yang mengakibatkan daerah aliran sungai (DAS) Anahoni yang bermuara di Teluk Kaiely mengalami kerusakan.
Akibat hal tersebut, Presiden Joko Widodo menginstrusikan penutupan tambang Gunung Botak pada Mei 2015 lalu dan diikuti oleh instruksi pengosongan penambangan emas liar Gunung Botak oleh Gubernur Maluku, Said Assagaf pada November tahun yang sama.(CNN)