JAKARTA I Komisi Nasional Perlindungan Tembakau menilai Rancangan Undang-undang Pertembakauan yang kini mulai masuk tahap harmonisasi di DPR hanya untuk melindungi industri rokok, bukan bagi rakyat ataupun petani tembakau di Indonesia.
Ketua Komnas PT Kartono Muhammad menilai, upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok masih jauh dari kata cukup. Pemerintah hanya mengatur biaya cukai rokok, membuat aturan pembatasan peredaran rokok, pembatasan iklan dan sponsorship, serta mewajibkan produsen mengunakan gambar peringatan bahaya merokok di bungkus rokok.
”Harga rokok di Indonesia terlalu murah. Bahkan anak-anak dan orang miskin bisa membeli rokok, karena dijual per batang dan dibiarkan beriklan bebas,” kata Kartono dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (28/5).
Lebih lanjut, dia menyarankan pemerintah untuk meningkatkan biaya cukai rokok. Cukai menurutnya adalah pungutan khusus yang dikenakan pada konusmen barang-barang berbahaya.
Selain itu, menurutnya, sebagai salah satu negara yang ikut merumuskan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), Indonesia sudah sepantasnya ikut meratifikasi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau itu. FCTC menurutnya berkaitan dengan peningkatan posisi Indonesia dalam perdagangan global.
“Ratifikasi FCTC itu jalan tengahnya,” ucap Kartono.
Di tempat yang sama, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, menjelaskan pentingnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. Selama ini pemerintah dianggap belum cukup melindungi warganya dari bahaya rokok.
“Tenaga kerja yang terserap di manufaktur enam juta orang, dari mulai pabrik sampai distribusi. Ini harus kita perhatikan. Lalu petani hampir ada dua juta orang. Berarti ada delapan juta orang terkait ini,” kata dia. (CNN)