pemkab muba pemkab muba
Ekonomi & Bisnis

Kisah Mahasiswa Papua di Yogya Dua Hari Terkurung di Asrama

480
×

Kisah Mahasiswa Papua di Yogya Dua Hari Terkurung di Asrama

Sebarkan artikel ini
aac7213e-84b7-464d-b8c4-c48fe511f4d1_169
pemkab muba pemkab muba
Kisah Mahasiswa Papua di Yogya Dua Hari Terkurung di Asrama
Aparat Kepolisian mengelilingi Asrama Mahasiswa Papua di Yogya. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

Jakarta | Lontaran nama-nama hewan dan kata-kata rasialis terdengar menggelegar di siang bolong. Teriakan-teriakan tersebut berasal dari anggota organisasi masyarakat yang mengepung Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, Jumat (15/7).

Ada empat ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua, yakni Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, dan Laskar Jogja. Total jumlah mereka sekitar 100 orang lebih.

Mendengar deretan nama binatang dan ucapan rasialis dihamburkan, para mahasiswa Papua yang berada dalam asrama sontak kaget. Salah satu dari mereka berujar, “Sungguh, mereka katakan, teriakkan itu di depan saya punya mata dan telinga, kepada kami –mahasiswa Papua, masyarakat Papua.” Ia gusar sekaligus sakit hati.

Menurut para mahasiswa Papua itu, aparat Kepolisian yang berjaga di sekeliling asrama mendiamkan saja perilaku rasis tersebut. Ketika itu jumlah polisi tak kalah banyak. Salah seorang warga Yogya, Kindarto Boti, mengatakan Kepolisian mengerahkan pasukan sekitar tiga sampai empat truk. Warga lainnya berkata, para polisi datang bersenjata lengkap, bak hendak menangkap teroris.

Tak cuma para polisi yang bersenjata, tapi juga anggota ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua. “Mereka membawa kayu, linggis, dan benda-benda tajam lain,” kata seorang mahasiswa Papua di Yogya yang meminta namanya tak disebut dengan alasan keamanan, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (16/7).

Ucapan rasialis diterima para mahasiswa Papua di Yogya sejak Kamis (14/7), melalui pesan singkat atau SMS yang dikirimkan kepada rekan mereka yang menjadi narahubung Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB).

PRPPB semula berencana melakukan long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara ke Titik Nol KM di Jalan Panembahan Senopati. Titik ini merupakan lokasi persimpangan strategis yang menjadi pusat pariwisata Yogya, sekaligus sering dijadikan lokasi unjuk rasa.

Long march sedianya berlangsung hari Jumat pukul 09.00 WIB sebagai bagian dari aksi damai mendukung Gerakan Pembebasan Papua atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG) –organisasi lintas pemerintah di kawasan Pasifik Selatan yang terdiri dari empat negara Melanesia, yakni Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.

Namun sebelum pukul 09.00 saat long march dijadwalkan dimulai, personel Kepolisian mengelilingi Asrama Mahasiswa Papua. Aparat dan massa mahasiswa saling dorong.

Mahasiswa Papua didorong masuk ke dalam asrama. Jalan raya di depan asrama lalu diblokir, pintu gerbang asrama diblokade, dan pintu belakang ditutup dengan truk polisi. Akses keluar masuk asrama pun terputus.

“Kawan-kawan kami yang datang ke asrama diadang dan ditangkap oleh polisi,” kata mahasiswa Papua di dalam asrama.

Ia bercerita, dua kawan Papua yang datang bersepeda motor lewat pintu belakang disetop. Sepeda motor lantas dirampas hingga terjadi perkelahian dengan polisi, yang berujung pada dilepaskannya tembakan peringatan oleh polisi dan ditangkapnya kawan Papua itu.

Kawan lain dari Perjuangan Mahasiswa untuk Demokrasi yang akan masuk ke asrama, juga ditangkap polisi. Begitu pula dengan tujuh orang lainnya yang baru pulang dari membeli ubi di Pasar Giwangan.

Seorang warga sempat bertanya kepada polisi, kenapa semua mahasiswa Papua disuruh masuk ke dalam asrama. Polisi menjawab, ada informasi ormas-ormas akan datang, dan amat sulit menghentikan ormas yang berniat menyerang para mahasiswa Papua itu di lokasi terbuka.

Ketika waktu menunjukkan pukul 09.00, jelas sudah para mahasiswa yang tergabung dalam PRPPB tak dapat merealisasikan rencana mereka melakukan long march. Sekitar satu jam kemudian, mereka menggelar orasi politik di halaman asrama.

Jam-jam berikutnya diisi keributan kala sejumlah ormas mendatangi Asrama Mahasiswa Papua dan berteriak-teriak. Pengepungan berlanjut sampai akhirnya para mahasiswa Papua di dalam asrama yang berjumlah sekitar 150 orang itu kelaparan. Ubi yang semula hendak dimakan, telah disita polisi bersama penangkapan tujuh orang pembelinya.

Seruan aksi solidaritas dan permintaan bantuan logistik pun digaungkan dari dalam asrama ke rekan-rekan mereka di luar. Gayung bersambut, warga Yogya berbondong-bondong mengumpulkan makanan untuk mahasiswa Papua yang disalurkan lewat Palang Merah Indonesia. Namun ambulans PMI yang membawa makanan ke asrama, batal menurunkan logistik setelah dicegat polisi.

Makanan baru bisa masuk ke asrama mahasiswa Papua pukul 21.00 WIB. “Saya kirim jelang tengah malam karena sore belum bisa, penjagaan masih ketat sebab ada beberapa anggota ormas di sana,” kata Darto, salah seorang warga Yogya.

Darto yang semalaman memantau asrama itu menceritakan betapa sulitnya mengirim makanan untuk para mahasiswa Papua. Ia harus bersiasat.

“Saya datang sekitar jam 20.00 WIB mau kirim makanan, tapi belum bisa. Satu tas keresek isi makanan dititipkan ke warga sekitar yang rumahnya dekat asrama. Saya enggak bisa masuk asrama, menunggu sampai malam, pindah-pidah lokasi, didatangi intel, ditanya-tanya, risi juga. Jadi saya menjauh dari asrama, lalu mengecek mendekat lagi, menjauh lagi. Akhirnya saya pulang jam 08.00 pagi ketika situasi sudah tenang.”

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan personelnya masih akan terus menjaga dan memantau Asrama Mahasiswa Papua sampai situasi dianggap aman.

“Polisi mengharapkan situasi kondusif. Kami menjaga agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan. Sebab mereka (para mahasiswa Papua) berencana menggelar unjuk rasa mendukung separatisme, Papua Merdeka, dan ada organisasi masyarakat yang tidak setuju,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY, AKBP Any Pudjiastuti.

Mahasiswa Papua yang hendak menggelar aksi separatisme, menurut Any, bukan hanya mereka yang menempuh studi di Yogya. Massa berdatangan dari Semarang, Solo, dan Surabaya. Yogya menjadi pusat aksi.

Para mahasiswa Papua yang ditangkapi kini telah dilepas, kecuali satu orang yang menurut Any “Terbukti melawan dan memukul petugas dengan senjata tajam hingga melukai dahi dan rusuk petugas Kepolisian.”

“Jadi kami tidak menahan mereka. Kami mengamankan enam orang untuk diperiksa. Dari enam itu, lima orang tidak terbukti bersalah, satu orang melakukan pidana dan diproses,” kata Any.

Saat ini mahasiwa Papua yang masih berada dalam asrama tinggal 30 orang, sedangkan lainnya sudah kembali ke kosan masing-masing. Mereka yang berasal dari luar kota pun telah pulang.

Salah seorang mahasiswa yang sampai sekarang berada dalam asrama, mengatakan merasa trauma.

“Asrama Papua masih dalam kepungan militer, tapi kami kini bisa beraktivitas, beda dengan Jumat kemarin. Jumat itu, untuk keluar pun sangat berbahaya bagi kami. Kami kelaparan karena tidak bisa keluar asrama cari makan,” ujarnya.

Para anggota ormas yang hendak menyerang mahasiswa Papua, kata dia, tak cuma berkeliaran di depan asrama, tapi juga di Jalan Timoho, Malioboro, dan Glagahsari. Mereka menggelar razia terhadap orang Papua.

Tak pelak, semua itu membuat warga Papua di Yogya merasa tertekan dan terintimidasi.(CNN Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ekonomi & Bisnis

Kisah Mahasiswa Papua di Yogya Dua Hari Terkurung di Asrama

5
×

Kisah Mahasiswa Papua di Yogya Dua Hari Terkurung di Asrama

Sebarkan artikel ini
aac7213e-84b7-464d-b8c4-c48fe511f4d1_169
pemkab muba pemkab muba

Beritamusi.co.id –

Aparat Kepolisian mengelilingi Asrama Mahasiswa Papua di Yogya. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)
Aparat Kepolisian mengelilingi Asrama Mahasiswa Papua di Yogya. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

Jakarta | Lontaran nama-nama hewan dan kata-kata rasialis terdengar menggelegar di siang bolong. Teriakan-teriakan tersebut berasal dari anggota organisasi masyarakat yang mengepung Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, Jumat (15/7).

Ada empat ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua, yakni Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, dan Laskar Jogja. Total jumlah mereka sekitar 100 orang lebih.

Mendengar deretan nama binatang dan ucapan rasialis dihamburkan, para mahasiswa Papua yang berada dalam asrama sontak kaget. Salah satu dari mereka berujar, “Sungguh, mereka katakan, teriakkan itu di depan saya punya mata dan telinga, kepada kami –mahasiswa Papua, masyarakat Papua.” Ia gusar sekaligus sakit hati.

Menurut para mahasiswa Papua itu, aparat Kepolisian yang berjaga di sekeliling asrama mendiamkan saja perilaku rasis tersebut. Ketika itu jumlah polisi tak kalah banyak. Salah seorang warga Yogya, Kindarto Boti, mengatakan Kepolisian mengerahkan pasukan sekitar tiga sampai empat truk. Warga lainnya berkata, para polisi datang bersenjata lengkap, bak hendak menangkap teroris.

Tak cuma para polisi yang bersenjata, tapi juga anggota ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua. “Mereka membawa kayu, linggis, dan benda-benda tajam lain,” kata seorang mahasiswa Papua di Yogya yang meminta namanya tak disebut dengan alasan keamanan, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (16/7).

Ucapan rasialis diterima para mahasiswa Papua di Yogya sejak Kamis (14/7), melalui pesan singkat atau SMS yang dikirimkan kepada rekan mereka yang menjadi narahubung Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB).

PRPPB semula berencana melakukan long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara ke Titik Nol KM di Jalan Panembahan Senopati. Titik ini merupakan lokasi persimpangan strategis yang menjadi pusat pariwisata Yogya, sekaligus sering dijadikan lokasi unjuk rasa.

Long march sedianya berlangsung hari Jumat pukul 09.00 WIB sebagai bagian dari aksi damai mendukung Gerakan Pembebasan Papua atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG) –organisasi lintas pemerintah di kawasan Pasifik Selatan yang terdiri dari empat negara Melanesia, yakni Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.

Namun sebelum pukul 09.00 saat long march dijadwalkan dimulai, personel Kepolisian mengelilingi Asrama Mahasiswa Papua. Aparat dan massa mahasiswa saling dorong.

Mahasiswa Papua didorong masuk ke dalam asrama. Jalan raya di depan asrama lalu diblokir, pintu gerbang asrama diblokade, dan pintu belakang ditutup dengan truk polisi. Akses keluar masuk asrama pun terputus.

“Kawan-kawan kami yang datang ke asrama diadang dan ditangkap oleh polisi,” kata mahasiswa Papua di dalam asrama.

Ia bercerita, dua kawan Papua yang datang bersepeda motor lewat pintu belakang disetop. Sepeda motor lantas dirampas hingga terjadi perkelahian dengan polisi, yang berujung pada dilepaskannya tembakan peringatan oleh polisi dan ditangkapnya kawan Papua itu.

Kawan lain dari Perjuangan Mahasiswa untuk Demokrasi yang akan masuk ke asrama, juga ditangkap polisi. Begitu pula dengan tujuh orang lainnya yang baru pulang dari membeli ubi di Pasar Giwangan.

Seorang warga sempat bertanya kepada polisi, kenapa semua mahasiswa Papua disuruh masuk ke dalam asrama. Polisi menjawab, ada informasi ormas-ormas akan datang, dan amat sulit menghentikan ormas yang berniat menyerang para mahasiswa Papua itu di lokasi terbuka.

Ketika waktu menunjukkan pukul 09.00, jelas sudah para mahasiswa yang tergabung dalam PRPPB tak dapat merealisasikan rencana mereka melakukan long march. Sekitar satu jam kemudian, mereka menggelar orasi politik di halaman asrama.

Jam-jam berikutnya diisi keributan kala sejumlah ormas mendatangi Asrama Mahasiswa Papua dan berteriak-teriak. Pengepungan berlanjut sampai akhirnya para mahasiswa Papua di dalam asrama yang berjumlah sekitar 150 orang itu kelaparan. Ubi yang semula hendak dimakan, telah disita polisi bersama penangkapan tujuh orang pembelinya.

Seruan aksi solidaritas dan permintaan bantuan logistik pun digaungkan dari dalam asrama ke rekan-rekan mereka di luar. Gayung bersambut, warga Yogya berbondong-bondong mengumpulkan makanan untuk mahasiswa Papua yang disalurkan lewat Palang Merah Indonesia. Namun ambulans PMI yang membawa makanan ke asrama, batal menurunkan logistik setelah dicegat polisi.

Makanan baru bisa masuk ke asrama mahasiswa Papua pukul 21.00 WIB. “Saya kirim jelang tengah malam karena sore belum bisa, penjagaan masih ketat sebab ada beberapa anggota ormas di sana,” kata Darto, salah seorang warga Yogya.

Darto yang semalaman memantau asrama itu menceritakan betapa sulitnya mengirim makanan untuk para mahasiswa Papua. Ia harus bersiasat.

“Saya datang sekitar jam 20.00 WIB mau kirim makanan, tapi belum bisa. Satu tas keresek isi makanan dititipkan ke warga sekitar yang rumahnya dekat asrama. Saya enggak bisa masuk asrama, menunggu sampai malam, pindah-pidah lokasi, didatangi intel, ditanya-tanya, risi juga. Jadi saya menjauh dari asrama, lalu mengecek mendekat lagi, menjauh lagi. Akhirnya saya pulang jam 08.00 pagi ketika situasi sudah tenang.”

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan personelnya masih akan terus menjaga dan memantau Asrama Mahasiswa Papua sampai situasi dianggap aman.

“Polisi mengharapkan situasi kondusif. Kami menjaga agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan. Sebab mereka (para mahasiswa Papua) berencana menggelar unjuk rasa mendukung separatisme, Papua Merdeka, dan ada organisasi masyarakat yang tidak setuju,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY, AKBP Any Pudjiastuti.

Mahasiswa Papua yang hendak menggelar aksi separatisme, menurut Any, bukan hanya mereka yang menempuh studi di Yogya. Massa berdatangan dari Semarang, Solo, dan Surabaya. Yogya menjadi pusat aksi.

Para mahasiswa Papua yang ditangkapi kini telah dilepas, kecuali satu orang yang menurut Any “Terbukti melawan dan memukul petugas dengan senjata tajam hingga melukai dahi dan rusuk petugas Kepolisian.”

“Jadi kami tidak menahan mereka. Kami mengamankan enam orang untuk diperiksa. Dari enam itu, lima orang tidak terbukti bersalah, satu orang melakukan pidana dan diproses,” kata Any.

Saat ini mahasiwa Papua yang masih berada dalam asrama tinggal 30 orang, sedangkan lainnya sudah kembali ke kosan masing-masing. Mereka yang berasal dari luar kota pun telah pulang.

Salah seorang mahasiswa yang sampai sekarang berada dalam asrama, mengatakan merasa trauma.

“Asrama Papua masih dalam kepungan militer, tapi kami kini bisa beraktivitas, beda dengan Jumat kemarin. Jumat itu, untuk keluar pun sangat berbahaya bagi kami. Kami kelaparan karena tidak bisa keluar asrama cari makan,” ujarnya.

Para anggota ormas yang hendak menyerang mahasiswa Papua, kata dia, tak cuma berkeliaran di depan asrama, tapi juga di Jalan Timoho, Malioboro, dan Glagahsari. Mereka menggelar razia terhadap orang Papua.

Tak pelak, semua itu membuat warga Papua di Yogya merasa tertekan dan terintimidasi.(CNN Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *