Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menerima keluhan dari ‘korban’ kasus UU ITE. Salah seorang eks terpidana kasus UU ITE, bernama Vivi Nathalia menyampaikan keluhannya kepada Mahfud.
Hotman Paris menjelaskan persoalan yang menjerat Vivi. Hotman menyampaikan Vivi memiliki piutang, karena sang pemilik utang tidak membayarkan utang tersebut kepada Vivi. Lantas Vivi menyampaikan curahan hati (curhat) melalui media sosial Facebook, tetapi malah dia yang dipidanakan dengan UU ITE.
“Intinya kau punya piutang, kau nagih utang, kau curhat di Facebook, nah orang itu berutang ke kamu, tiba-tiba orang itu mengajukan kamu (melanggar) UU ITE, malah kau dipidana berapa tahun? Jadi (dari) pemburu (utang) menjadi diburu (kasus UU ITE)?” kata Hotman di lokasi, Sabtu (20/3/2021).
Vivi kemudian menceritakan persoalan yang dihadapinya. Vivi dijerat pasal pencemaran nama baik karena curhat soal piutang di media sosial.
“Pada saat itu ada yang berutang dengan saya sebesar Rp 450 juta, ketika saya curhat di Facebook, saya diadukan pencemaran nama baik dan akhirnya saya sekarang menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan,” kata Vivi.
Vivi menuturkan hadirnya UU ITE dimanfaatkan oleh orang-orang sebagai ajang saling lapor. Selain ajang saling lapor, Vivi menyebut UU ITE juga dimanfaatkan ‘oknum’ untuk meminta uang damai menyelesaikan persoalan.
“Apakah dimungkinkan saya sendiri tergabung dalam paguyuban UU ITE. saya lihat UU ITE ini jadi ajang saling melapor kemudian menjadi ajang para makelar kasus dan oknum meminta uang damai, ujung-ujungnya apakah mau dilanjutkan?” tuturnya.
“Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum,” lanjut Vivi.
Terkait hal tersebut, Mahfud mengatakan persoalan UU ITE saat ini tengah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud menyebut sudah banyak masyarakat yang menjadi korban dari UU ITE, terutama Pasal 27.
“Kita sudah mencatat masalah itu, sudah menjadi perhatian Presiden juga. Banyak orang menjadi korban Pasal 27,” ujarnya.
Mahfud menyampaikan jika Presiden Jokowi sudah memerintahkan untuk melakukan pengkajian dan melihat perlu tidaknya UU ITE untuk direvisi. Untuk itu kata Mahfud, Pemerintah telah membentuk tim pengkaji UU ITE dalam dua tim.
“Oleh sebab itu presiden kalau dalam penyelesaian jangka panjang sudah memerintahkan untuk melakukan revisi jika diperlukan agar tidak ada pasal-pasal karet. Atau dalam jangka pendek itu kan presiden juga sering memberi pengampunan…,” ucapnya.
Presiden, kata Mahfud, tidak boleh ikut campur terkait teknis hukumnya. Mahfud mencontohkan seperti persoalan sengketa tanah yang sudah diputus pengadilan. Meski Presiden mengatakan salah, tetapi pengadilan yang berhak untuk memutuskan.
“Karena kalau kita ikut ke teknis materi hukumnya nggak boleh Presiden, karena kan itu ya sudah itu pengadilan. Seperti tadi saya bilang, pengaduan soal-soal tanah sudah putusan pengadilan. Presiden katakan itu salah, tapi kan Presiden nggak bisa mengatakan salah, harus pengadilan yang memutuskan. Sama dengan ini menyangkut putusannya itu pengadilan, tetapi menyangkut materi hukumnya Presiden sekarang sedang menyiapkan dua tim satu tim untuk mempelajari substansi aturannya kalau perlu dihapus tadi sedang dipertimbangkan atau dipilah kalau aduan begini kalau delik umum begini nanti diatur,” ujarnya.
Lebih lanjut Mahfud menyampaikan jika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga sudah mengeluarkan surat edaran terkait proses pelaporan kasus UU ITE. Dalam surat edaran tersebut pelapor UU ITE tidak boleh diwakilkan. Sementara untuk kasus UU ITE yang bersifat delik umum perlu pendalaman lebih lanjut sebelum diproses.
“Lalu sekarang Kapolri sudah membuat surat edaran tentang penerapan bahwa orang tidak boleh langsung dihukum ,tidak boleh langsung diproses kalau ada laporan, lihat dulu, korbannya harus mengadu sendiri kalau delik aduan kalau itu delik umum pelajari dulu apa benar atau ndak,” imbuhnya. (Detik.com)