EMPAT LAWANG I Warsih (35) dan anaknya Satria (4) yang selama empat tahun hanya mengonsumsi dedaunan di hutan akhirnya mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
Warsih yang diduga mengalami keterbelakangan mental mengajak anaknya Satria meninggalkan rumahnya di Lorong Sawah Kelurahan Jayaloka Tebing Tinggi dan tinggal di salah satu kebun warga. Karena keterbatasan ekonomi, warsih dan anaknya hanya makan sayuran untuk mengganjal lapar.
Ketua RT 02 RW 05 Kelurahan Jayaloka, Basri dan pemilik kebun, Muhibah mengatakan, ibu dua anak itu hampir setiap hari menjual kayu bakar untuk mencukupi hidupnya.
Basri membantah, bahwa Warsih hanya menkonsumsi daun (sayuran, red) setiap hari. Karena dari hasil penjualan per dua keranjang kayu bakar saja sudah mendapatkan uang Rp 14 ribu. Disisi lain, bantuan beras miskin (Raskin) pun diberikan sebagai pendukung perekonomiannya. “Tidak benar hanya makan daun, memang karena keterbelakangan mental dia lebih senang tinggal di kebun itu,” jelas Basri.
Baca Juga : Miris, 4 Tahun Ibu dan Anak ini Hanya Makan Daun
Mendapat informasi tersebut Plt Bupati, H Syahril Hanafiah, Ketua DPRD, H David Hadrianto, Sekda serta sejumlah SKPD terkait langsung turun ke lokasi pondok yang ditempati Warsih.
Di lokasi bantuan untuk warsih terus mengalir, termasuk dari jajaran Mapolres Empat Lawang.
Awalnya, Pemkab Empat Lawang akan membawa Warsih dan anaknya pulang ke rumahnya di Jayaloka. Namun, karena khawatir nanti akan kembali ke kebun, maka diupayakan selama dua bulan kedepan Warsih dan anaknya ditempatkan di panti asuhan Yayasan Muhamadiyah di Jalan Lingkar Kota Tebing Tinggi.
Rencananya, di Yayasan tersebut Satria akan disekolahkan, sementara Warsih akan diupayakan pekerjaan agar bisa hidup layak. “Mendapat informasi itu kita terkejut, karena memang selama ini belum ada laporan. Saat kita cek langsung, ternyata itu tidak benar,” kata Kadinsosnakertrans Empat Lawang, Hasbullah.
Pemerintah Empat Lawang, tegas Hasbulah, akan menjamin kehidupan Warsih dan anaknya. Termasuk upaya memberi pendidikan dan sesuai kemampuan. “Setelah di panti asuhan, bantuan akan kita salurkan terus menerus. Karena kalau dibantu materi saja, akan membahayakan kalau Warsih dan anaknya masih tinggal di kebun itu,” jelas Hasbullah.
“Kalau hanya dibantu uang, sandang dan pangan, kita khawatir. Kebun itu kan sepi, takutnya nanti terjadi tindak kriminal terhadap Warsih,” imbuhnya.
Makanya, setelah berkomunikasi dengan RT dan keluarga dekat Warsih, pemerintah mengambil sikap untuk menempatkan sementara Warsih dan anaknya di panti asuhan. “Nanti kalau sudah siap kembali ke rumahnya, akan kita antarkan. Ini demi kebaikan,” kata Hasbullah.
Wakil Bupati Empat Lawang, H Syahril Hanafiah memastikan, pemkab Empat Lawang konsisten membantu masyarakat dibawah garis kemiskinan. Tak hanya Warsih, termasuk orang-orang terlantar, meskipun bukan warga Empat Lawang tetap akan dibantu.
Nah terkait kasus Warsih ini, kata Syahril, setelah di cek ternyata ada alasan lain dibalik kenapa Warsih tinggal di kebun. Ternyata, dia (warsih) diduga mengalami keterbelakangan mental. Makanya, dalam mengupayakan solusi, bukan hanya memberi bantuan langsung, Pemkab Empat Lawang ingin agar kedepan kehidupan Warsih dan anaknya jadi lebih baik dan kembali ke rumahnya di Jayaloka. “Terutama anaknya, itu usia pendidikan dan harus diperhatikan betul. Anaknya sehat, tak mungkinlah kalau hanya makan daun. Bohong semua informasi itu,” kata Syahril.
Ditempat yang sama, Ketua DPRD Empat Lawang, H David Hadrianto mendukung langkah pemerintah, agar warsih dan anak di ambil alih dan di rehabilitasi untuk memulihkan kondisi serta mengembalikannya ketengah masyarakat dengan wajar.
Kata David, pihaknya pastikan akan terus melihat perkembangan Warsih, tidak hanya memberikan bantuan karena keterbelakangan mentalnya itu ia lebih suka tinggal dipondok bahkan menjual setiap bahan makanan yang di berikan warga lain kepadanya,”jadi benar benar di perhatikan, tidak hanya diberikan bantuan kemudian di lepas karena dipastikan akan kembali tinggal di kebun sehingga upaya kita tidka ada hasil,” jelasnya.
David mengakui, bahwa warsi memiliki rumah pribadi di lorong sawah, yang setiap saat di tempati meskipun sekedar melepas lelah setelah menjaga kebun petai dan mengambil kayu bakar di kebun. “Jadi Warsih tidak tinggal empat tahun menetap di hutan, Warsih baru empat bulan terakhir di pondok kebun untuk menjaga pete dan mencari kayu bakar,” beber David.
Informasi dihimpun menyebutkan, sebenarnya Warsih sering dibantu pihak RT dan tetangga dekatnya. Namun, karena keterbatasan mental, bantuan yang diberikan baik berupa beras, alat dapur, pakaian malah dijual atau diberikan ke orang lain.
Beberapa orang dekat Warsih, seperti Ketua RT mengakui, sudah kerap memberi bantuan baik berupa pakaian, makanan, beras kepada Warsih. Namun, karena mengalami keterbelakangan mental itulah, bantuan diberikan tersebut terkadan kurang dimanfaatkan. Contoh saja, diberi beras, malah dijual. Diberi baju atau alat dapur, malah diberikannya ke orang lain.
“Sering dapat bantuan, kalau raskin ya rutin. Tapi dijualnya, entah dibelikan apa uangnnya,” kata Basri, ketua RT setempat.
Basri mengaku, memang warsih tidak betah di satu tempat, berpindah-pindah dan terkesan miskin. Padahal dia punya rumah sendiri. “Kita bantu peralatan rumah dijualnya, kemudian tidak lebih dari satu minggu kembali lagi ke pondok kebun,”imbuhnya.
Begitu iuga disampaikan Muhiba, pemilik kebun tempat warsih menumpang, “Saya bukan keluarga hanya peduli. Warsih kami suruh (printah,red) jaga pohon pete, selain itu Warsih jual kayu bakar,”ujarnya.
Muhiba tak menampik, sering memberi bantuan pakaian, uang, beras dan lainnya. Namun ya itu tadi, tau-tau dijual atau diberikannya ke orang lain. “Tau-tau sudah pulang ke pondok lagi, padahal rumahnya kosong,” kata Muhiba menambahkan, ia bersyukur kalau pemkab akan menjamin kehidupan Warsih dan anaknya. (Ridichen)