pemkab muba pemkab muba pemkab muba
Ekonomi & Bisnis

WHO: Karena Resistensi Antibiotik, Tiap Lima Menit Ada Satu Anak yang Mati

87
×

WHO: Karena Resistensi Antibiotik, Tiap Lima Menit Ada Satu Anak yang Mati

Sebarkan artikel ini
3619f62f-acec-4be8-9dc3-500ef9410044_43
pemkab muba

WHO: Karena Resistensi Antibiotik, Tiap Lima Menit Ada Satu Anak yang Mati

Jakarta | Mulai 16 November sampai 22 November 2015 mendatang World Health Organization (WHO) mencanangkan pekan kesadaran antibiotik. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan edukasi masyarakat global terhadap pentingnya memakai antibiotik secara bijak.

Dokter atau masyarakat umum sendiri sering kali menggunakan antibiotik untuk segala macam keluhan seperti layaknya obat pamungkas. Padahal perilaku seperti itu salah dan dalam jangka panjang justru malah menimbulkan masalah baru yaitu memicu munculnya resistensi antibiotik.

Bakteri-bakteri yang sempat terpapar antibiotik namun tak sepenuhnya musnah karena penggunaan obat yang salah lama-kelamaan akan tumbuh semakin kuat. Bakteri bisa beradaptasi dan membentuk kekebalan sehingga tak lagi bisa dibunuh dengan obat biasa.

“Gagal untuk menghabiskan antibiotik atau justru mengonsumsinya dalam jangka waktu terlalu lama, kurangnya peraturan atau standar untuk petugas kesehatan, pemakaian yang berlebihan untuk peternakan dan agrikultur, semua itu adalah faktor-faktor yang meningkatkan kejadian resistensi antibiotik,” ujar Direktur WHO Regional Asia Tenggara dr Poonam Khetrapal Singh seperti dikutip dari siaran pers pada Senin (16/11/2015).

dr Singh berharap kepada semua negara di Asia Tenggara yang pada 2011 lalu menandatangani deklarasi di Jaipur, India, untuk fokus terhadap resistensi antibiotik. Sebab bila hal ini tak dihadapi dengan serius akan ada krisis global mengancam.

“Tiap lima menit ada satu anak yang mati di daerah Asia Tenggara karena bakteri resistan antibiotik. Obat yang dulu efektif menangani penyakit seperti tuberkulosis, HIV, malaria, dan lain sebagainya kini mulai kehilangan dampaknya,” ujar dr Singh.

“Kita sedang menuju pada era di mana luka sayat kecil saja bisa mengancam nyawa. Infeksi biasa yang beberapa dekade lalu mudah ditangani sekali lagi akan memakan korban,” pungkasnya. (robi/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *