OKI – Konflik lahan antara masyarakat Kecamatan Sirah Pulau (SP) Padang dengan PT Kelantan 3 (eks Waringin Agro Jaya) masih terus berlanjut.
Persoalan yang telah berlangsung selama 15 tahun ini kini mulai mendapat perhatian serius dari DPRD Ogan Komering Ilir (OKI), yang turun tangan melakukan mediasi.
Ironisnya, saat proses mediasi berlangsung, pihak PT Kelantan 3 tetap enggan menanggapi keluhan masyarakat dari Desa Ulak Jermun dan Desa Belanti, Kecamatan SP Padang.
Merespons hal tersebut, DPRD OKI menyatakan akan segera turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengukuran ulang serta meninjau kembali Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh PT Kelantan 3.
Ketua DPRD OKI, Farid Hadi Sasongko menyampaikan, bahwa pihaknya bersama anggota dewan lainnya berkomitmen untuk meninjau ulang seluruh HGU perusahaan yang ada di wilayah OKI.
“Khususnya HGU PT Kelantan 3 yang akan kita tinjau ulang. Kami akan turun langsung untuk mengetahui akar masalah yang sampai kini belum juga menemukan solusi bagi masyarakat,” tegas Farid, didampingi anggota DPRD lainnya, yakni Bayu Apriansach, Budiman, dan Fery Indratno.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD OKI, Bakri Tarmusi menambahkan, bahwa pihaknya akan terus mengawal permasalahan ini hingga tuntas.
“Dengan kehadiran PT Kelantan 3, masyarakat SP Padang, khususnya Desa Ulak Jermun dan Desa Belanti, merasa sangat dirugikan. Kami akan mengajak pemda untuk bersama-sama mencari solusi yang adil dan tidak merugikan kedua belah pihak,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPRD OKI, Muhammad Reki, turut meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah OKI agar menertibkan seluruh HGU perusahaan, terutama yang saat ini tengah berselisih dengan masyarakat.
Di sisi lain, perwakilan masyarakat Desa Ulak Jermun dan Desa Belanti, Suparman, mengungkapkan bahwa konflik ini telah berlangsung selama 15 tahun. Menurutnya, sebanyak 2.800 hektar lahan persawahan milik sekitar 1.500 warga tidak dapat lagi ditanami padi akibat banjir yang dipicu oleh kanal-kanal buatan perusahaan.
“Lahan kami terendam banjir akibat kanal yang dibuat oleh perusahaan. Selama 15 tahun, warga sebagai pemilik lahan tidak bisa menanam padi, padahal sebelumnya lahan ini mampu menghasilkan 5 ton padi setiap panen,” beber Suparman.
Masyarakat berharap, melalui DPRD OKI, ada penyelesaian konkret dan keadilan atas permasalahan yang telah berlangsung terlalu lama ini. (*)