JAKARTA – Perusahaan rintisan berbasis teknologi atau startup di Asia Tenggara memiliki nilai valuasi US$340 miliar atau setara Rp4.886 triliun (kurs Rp14.370 per dolar AS) pada 2020.
Melansir dari CNBC, Senin (9/8), angka tersebut diprediksi naik hingga tiga kali lipat menjadi US$1 triliun pada 2025. Angka dibuat berdasarkan proyeksi Jungle Ventures.
Prediksi tersebut berdasarkan informasi publik yang disampaikan 31 perusahaan, dengan valuasi minimal US$250 juta. Prediksi itu juga memperhitungkan transaksi startup seperti modal ventura yang tidak diungkapkan kepada publik.
“Saya sedikit terkejut, tetapi kemudian tidak,” kata Pendiri Jungle Ventures Amit Anand kepada CNBC.
Bahkan, lanjutnya, nilai valuasi semua startup di Asia Tenggara bisa melampaui angka US$340 miliar. Pasalnya, ia menyatakan masih banyak data yang belum diungkap, berkaitan dengan putaran pendanaan yang tidak diumumkan kepada publik atau perusahaan yang belum terpantau.
“Jika Anda melihat tingkat pertumbuhan tiga hingga lima tahun terakhir di Asia Tenggara. Apabila kondisinya terus berlanjut, maka bisa menuju satu US$1 triliun bahkan sebelum 2025,” tambahnya.
Masifnya perkembangan startup di Asia Tenggara didukung oleh percepatan perkembangan internet di kawasan itu. Asia Tenggara adalah rumah bagi sekitar 400 juta pengguna internet, dimana 10 persen dari mereka baru mulai menggunakan internet pada 2020.
Nilai ekonomi dari penggunaan internet di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand diperkirakan melampaui US$300 miliar pada 2025, menurut Temasek Holdings dan Bain & Company. Kelima negara itu merupakan negara dengan ekonomi terbesar di kawasan ini.
Menariknya, sejumlah perusahaan rintisan terkemuka di kawasan ini sedang dalam proses go public. Bahkan, beberapa di antaranya telah mengumumkan rencana penawaran umum perdana dengan target raihan dana jumbo.
Grab misalnya. Startup transportasi ini mengumumkan pada April lalu bahwa mereka akan go public skema merger melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) senilai US$39,6 miliar. Aksi korporasi ini merupakan salah satu kesepakatan cek kosong terbesar yang pernah ada.
Selanjutnya, raksasa teknologi Indonesia yang baru berdiri, yakni GoTo Group, juga berencana segera go public. GoTo merupakan kolaborasi antara start up Indonesia, Tokopedia dan Gojek.
Perusahaan real estat yang berbasis di Singapura, PropertyGuru, juga dilaporkan berencana go public melalui merger SPAC. Sementara itu, perusahaan e-commerce asal Indonesia, Bukalapak baru saja memulai debutnya pada pekan lalu. (Net)