SOMALIA I Pemerintah Somalia memutuskan melarang perayaan Natal dan Tahun Baru di negara Muslim itu. Itu disampaikan Sheikh Mohamed Kheyrow, Direktur Kementerian Agama Somalia melalui radio pemerintah, dan diberitakan Reuters. Alasannya, itu tak berkaitan dengan Islam.
“Kami mengimbau untuk melawan perayaan Natal, yang mana itu hanya diperuntukkan bagi umat Kristen. Ini adalah masalah keyakinan. Libur Natal dan irama genderangnya tidak ada kaitannya dengan Islam,” Kheyrow mengumumkan.
Perayaan Natal juga kemungkinan akan menjadi magnet bagi serangan militan Islam al Shabaab.
Saat Natal tahun lalu, al Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas sebuah serangan di markas Uni Afrika di Mogadishu. Tiga petugas dan satu kontraktor sipil meninggal dunia.
“Natal tidak akan dirayakan di Somalia karena dua alasan. Seluruh masyarakat Somalia adalah Muslim dan tidak ada komunitas Kristen di sini. Natal adalah untuk orang Kristen. Bukan untuk umat Muslim,” kata Abdifatah Halane, juru bicara Wali Kota Mogadishu, dengan tegas.
Kheyrow menambahkan, kementerian mengirimkan surat kepada kepolisian, intelijen keamanan nasional, dan petugas berwenang di ibu kota Mogadishu berkaitan dengan itu. Mereka diminta mencegah berbagai perayaan Natal yang ada.
Pengumuman itu sesuai keinginan militan Muslim al Shabaab, yang telah mengontrol ibu kota Mogadishu sejak 2011. Al Shabaab juga kelompok di balik beberapa penyerangan berlatar diskriminasi agama di Somalia. Salah satu maklumat al Shabaab adalah melarang Natal.
Tidak jelas apa yang mendorong pemerintah membuat pengumuman yang menyenangkan al Shabaab itu. Yang jelas, hampir seluruh penduduk Somalia memang beragama Islam. Namun, di sana juga ada ribuan orang dari Uni Afrika, termasuk dari kota berpenduduk mayoritas Kristen seperti Burundi, Uganda, dan Kenya.
Somalia juga menampung penduduk yang baru kembali dari Eropa maupun Amerika Utara. Notabene, penduduk yang jumlahnya semakin meningkat itu terkadang masih membawa tradisi kebarat-baratan dan perilaku negara asing. (CNN)