JAKARTA | Ahli psikologi Antonia Rati Anjarani menyebut, reaksi tenang terdakwa Jessica Kumala Wongso saat Wayan Mirna Salihin diketahui tewas usai menenggak kopi sebagai hal luar biasa. Sikap tenang Jessica menggambarkan dia adalah sosok yang cerdas.
Biasanya, kata Antonia, orang akan mengalami trauma saat melihat sahabat atau keluarga meninggal di hadapannya.
“Bukan hanya tenang, kepercayaan diri itu tampak sekali karena umumnya orang akan menunjukkan kegugupan, dia (Jessica) sehat secara mental,” ujar Antonia dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/8).
Saat Mirna mengalami kejang usai menenggak es kopi Vietnam, Jessica tampak tenang dan tidak memberikan pertolongan. Selain itu, ia tidak bereaksi untuk memanggil dokter sebagai upaya pertolongan pertama bagi Mirna.
Antonia mengatakan, situasi tersebut umumnya dihadapi dengan panik oleh kerabat dekat. Emosi Jessica saat menghadapi kejadian tersebut dinilai tidak umum.
Menurut Antonia, keinginan untuk menolong rekannya yang kejang juga tidak tampak pada diri Jessica.
Sebelum kejadian Mirna minum es kopi Vietnam, Antonia meyakinkan ada manipulasi tindakan yang dilakukan oleh Jessica lantaran Jessica tidak jujur sudah berada di lokasi pertemuannya dengan Mirna dan Hanny.
“Ini tidak wajar dan tidak benar, berarti ada manipulasi informasi kepada teman dan kalau mau digali lebih lanjut apa yang menjadi motifnya, bisa masuk dalam penyidikan lebih lanjut,” tuturn Antonia.
Setelah enam jam melakukan penyidikan terhadap Jessica, ia menjelaskan, terdakwa sudah memahami kondisi dan arah pertanyaan yang akan diajukan.
Namun kondisi tersebut menjadi lain saat Antonia ingin menambahkan pertanyaan kepada Jessica. Menurutnya, Jessica yang awalnya terbuka dan kooperatif dalam menjawab, berubah menjadi sosok yang dingin dan tidak kooperatif.
Ia menambahkan, ada beberapa hal yang tidak bisa dikulik lebih jauh terkait masa lalu Jessica.
“Secara kasat mata ini hal biasa, tapi selama enam jam, kami mengupayakan untuk menggalinya dan tidak muncul kehangatan relasi dengan orang-orang dekatnya,” ucapnya.
Antonia mengatakan, dari pemeriksaan CCTV Cafe Olivier yang dilakukan dengan tim penyidik, pukul 16.30 tampak Jessica mengambil sesuatu dari paper bag miliknya.
Ia juga menegaskan, waktu yang memungkinkan Jessica memasukkan sianida adalah pukul 16.32 sampai 16.33 WIB. Pada pukul 16.33 WIB, Jessica lalu memindahkan paper bag dari meja kembali ke sofa.
“Gerakan di balik paper bag, memang tidak secara signifikan tampak sedang melakukan manipulasi apapun tapi kami berusaha membuat tayangan CCTV lebih besar supaya jelas,” ucapnya.
Meski demikian, lanjutnya, kesimpulan yang ia berikan tidak dapat diyakini sepenuhnya benar. Hal ini karena berkaitan dengan gestur tubuh seseorang.
Sementara itu, saat sidang baru saja dimulai, penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, langsung menginterupsi menolak keberadaan Antonia yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Dia (Antonia) sudah membantu polisi dalam rangka penyidikan dan ahli di KUHAP independen,” ujar Otto.
Mendengar hal tersebut, salah satu jaksa Ardito Muardi mengatakan, saksi ahli memiliki kapasitas sebagai pemberi keterangan meskipun telah mengikuti penyidikan.
Meski demikian, Otto berkeras bahwa ahli harus independen. Hal ini karena ia tidak menemukan pemeriksaan BAP usai Antonia diminta penyidik kepolisian untuk mewawancarai Jessica.
Menurutnya, posisi Antonia yang telah diminta penyidik sudah tidak berada dalam posisi independen.
Antonia mengakui bahwa ia pernah mewawancarai Jessica sebagai observer. Hal ini dilakukan pada pemeriksaan awal yakni 24 Januari. Saat itu, Antonia diminta untuk mengamati CCTV milik Cafe Olivier.
“Tentang BAP, itu sudah ada di berkas yang diajukan,” tuturnya.
Perdebatan yang terjadi di ruang sidang tersebut langsung dihentikan oleh Ketua Majelis Hakim Kisworo. Usai dilakukan diskusi dengan hakim anggota, Majelis Hakim menolak keberatan yang dilontarkan oleh Otto Hasibuan.
Meski demikian, keberatan yang diajukan oleh Otto akan dimasukkan dalam berita acara persidangan. (CNN Indonesia)