PALEMBANG I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palembang, secara tegas menolak peredaran minuman mengandung alkohol (Mikol) diperjualbelikan bebas di setiap tempat yang mudah di jangkau masyarakat.
Hal ini ditegaskan Ketua MUI Palembang, H. Saim Marhadan Senin (14/12/2015). Dia menegaskan, mestinya Pemkot Palembang mengatur dengan tegas peredaran minuman tersebut.
Dimana peraturan yang sebelumnya diusulkan beberapa bulan lalu, sudah sangat baik. Peredaran mikol boleh dijual, namun hanya ditempat-tempat tertentu yang jauh dari jangkauan masyarakat seperti di hotel berbintang.
“MUI akan melakukan pengawasan terhadap rancangan peraturan Pemkot Palembang yang akan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang peredaran minol tersebut. Kami berharap, Pemkot sebagai penentu kebijakan publik sebisa mungkin dan sesuai dengan harapan kita. Masyarakat Palembang mayoritasnya adalah Muslim,” tegasnya.
Dijelaskan, keinginan ini bukan tanpa alasan. Karena dengan beredar secara bebas mikol, akan berdampak besar terhadap hancurnya generasi penerus bangsa. Pun meningkatnya tindak kriminal akibat pengaruh mikol.
“Apa yang disuarakan MUI, tidak lain demi kebaikan bersama bagi generasi muda. Minuman alkohol sudah jelas haram karena itu, kami akan fokus memerhatikan Perda tersebut,” tegasnya lagi.
Pihaknya, meminta Pemkot untuk tetap melakukan pembatasan peredaran mikol. Meski Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah mengeluarkan pernyataan memberikan kelonggaran kebijakan tentang peredaran mikol melalui Kementerian Perdagangan.
“MUI meminta pemerintah kota tetap berpegang pada Perda yang mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) sebelumnya. Secara tegas mengatur pembatasan peredaran mikol di minimarket, toko, pasar tradisional, hotel dan tempat hiburan yang tidak memiliki ijin resmi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Sumatera Selatan (Sumsel), Herlan Asfiudin pernah mengatakan, pihaknya sependapat Permendag No 6 Tahun 2015 dikembalikan ke aturan lama.
Dalam aturan lama, peredaran mikol diatur oleh masih- masih daerah. Mengingat, setiap daerah mempunyai kultur dan budaya yang berbeda.
“Peraturan itu tidak bisa dibakukan, karena Indonesia mempunyai beraneka ragam kultur. Kalaupun dibuat aturan, itu hanya sebagai acuan untuk turunan Perda yang akan dibuat oleh masing-masing daerah,” singkatnya. (MaklumatNews.com)