MUBA – Massa dari Koalisi Masyarakat Peduli Angkutan Sungai (KMPAS) menggelar aksi protes yang masif di depan kantor Pemkab Musi Banyuasin (Muba), Jumat (10/11/2023).
Aksi tersebut dilakukan sebagai respons terhadap surat kesepakatan yang dikeluarkan oleh Penjabat (Pj) Bupati Muba pada tanggal 7 November 2023 lalu.
Surat kesepakatan tersebut, menurut Koordinator Aksi Dedi Irawan, memiliki dampak serius terhadap sejumlah perusahaan angkutan sungai. Dan oleh karena itu, massa mendesak Pj Bupati Muba untuk mencari solusi bijak terkait perbaikan tiang Jembatan P6 Sungai Lalan.
Dedi Irawan mengatakan, Pj Bupati Muba terkesan bersikap arogan dengan mengeluarkan surat kesepakatan tersebut. Dalam pernyataan sikapnya, KMPAS menuntut pencabutan surat kesepakatan terkait tindak lanjut kejadian penyenggolan tiang Jembatan P6 Sungai Lalan.
“Kami mendesak Pj Bupati Muba untuk segera mencari solusi perbaikan tiang jembatan tersebut. Juga mengizinkan bagi kapal tongkang di atas 270 feet untuk dapat beroperasi melalui jalur Sungai Lalan,” kata dia.
Dalam aksinya, KMPAS mengemukakan beberapa tuntutan yang dianggap mendesak. Pertama, pencabutan surat kesepakatan terkait tindak lanjut kejadian penyenggolan tiang Jembatan P6 Sungai Lalan.
KMPAS juga menekankan perlunya solusi cepat terkait perbaikan tiang jembatan tersebut. Selain itu, mereka meminta izin bagi kapal tongkang di atas 270 feet untuk melintas melalui jalur Sungai Lalan, serta mengembalikan fungsi jalur tersebut seperti semula.
Dedi Irawan menjelaskan bahwa surat kesepakatan tersebut mengatur jam operasional kapal, ukuran kapal yang diizinkan melintas di bawah jembatan, dan kewajiban perusahaan untuk melakukan perbaikan dalam waktu dua minggu. Akibatnya, sekitar 30 kapal tongkang di atas 270 feet mengalami kesulitan melintas setiap hari, dengan dampak serius pada sektor angkutan kapal tongkang bidang sawit, batubara dan kayu.
“Setiap hari, sekitar 38 kapal tongkang yang mengangkut komoditas seperti sawit, batubara, dan kayu di atas 270 feet tidak dapat melintas di bawah jembatan P6 Sungai Lalan. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan angkutan kapal tongkang dan dermaga. Ribuan tenaga kerja yang bergantung pada sektor angkutan sungai juga terancam kehilangan mata pencaharian,” jelas dia.
Dedi menduga, bahwa kebijakan yang terindikasi sepihak ini dapat mengganggu iklim investasi secara tidak langsung. Kepentingan ekonomi rakyat di Muba juga terancam, dengan potensi penurunan pendapatan negara melalui royalti Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 5 miliar setiap hari. Dengan dihentikannya angkutan kapal tongkang melalui Sungai Lalan, Pemkab Muba dan Pemprov Sumsel akan mengalami kerugian signifikan.
KMPAS mempertanyakan apakah kebijakan ini telah dibahas dalam rapat paripurna dan dikonsultasikan kepada Pj Gubernur Sumsel, Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Menteri Dalam Negeri.
“Jika kebijakan ini terbukti diambil tanpa konsultasi yang memadai, maka ini kebijakan sepihak yang merugikan banyak pihak,” tegas dia.
Dedi menuturkan, setiap hari ketika angkutan kapal tongkang dihentikan, pendapatan negara melalui royalti PNBP sebesar Rp 5 miliar menjadi terhenti. Dampak ini tidak hanya akan dirasakan oleh Pemkab Muba tetapi juga oleh provinsi sebagai daerah penghasil. Ini menciptakan tekanan serius terhadap keberlanjutan ekonomi dan investasi di daerah tersebut. (*)