Nasional

Kapasitas Ahok Dipertanyakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi

114
ca47578f-7828-4d1e-9d4c-5b7365758b3f_169
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyambagi Mahkamah Kontisi (MK) untuk Sidang perdana perkara pengujian UU Pilkada mengenai cuti selama masa kampanye pilkada, Senin, 22 Agustus 2016. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

JAKARTA | Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana permohonan uji materi Undang-Undang Pilkada oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Sidang ini menuai pertanyaan majelis hakim.

Sidang itu dipimpin oleh Majelis Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman dengan kedua anggotanya Hakim Anggota Aswanto dan Hakim Anggota I Dewa Gede Palguna.

Setelah Ahok membacakan permohonannya, Hakim Anggota I Dewa Gede Palguna menanyakan kapasitas Ahok dalam pengajuan permohonan itu.

“Dalam konteks ini tapi mengaitkan sekarang statusnya sebagai Gubernur DKI atau sebagai masyarakat biasa (pribadi). Itu harus jelas dalam pelaporan ini,” ujarnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/8).

Menurutnya, Ahok tidak membedakan kerugian secara hak konstitusional dan kerugian yang akan diterimanya secara pribadi.

Saat sidang, Ahok mengajukan permohonan sebagai warga negara. Meski demikian, dalam laporan yang dibacakannya Ahok jutsru mengaitkannya dengan posisinya sebagai gubernur.

Gede mengatakan, Ahok belum dapat meyakinkan Majelis Hakim dalam pengajuan permohonan itu. Hal ini juga berkaitan dengan hak atas perlindungan di mata hukum yang diajukan oleh Ahok.

“Perlindungan jaminan tentu tidak akan diperiksa jika legal standing-nya tidak jelas,” ucapnya.

Selain itu, Gede juga sempat membahas Ahok yang tidak didampingi oleh pengacara. Ia mengatakan, pendamping yang ikut bersama Ahok saat sidang tidak memiliki hak untuk memberikan pendapatnya dalam sidang namun hanya bisa membisikan kepada Ahok.

Hakim Anggota Aswanto juga mengatakan, pada dasarnya mereka dapat menangkap apa yang dimaksud dalam permohonan Ahok. Namun, untuk dikabulkannya permohonan itu Ahok harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan kejelasan permohonan di sidang.

Menurut Aswanto, kejelasan permohonan ini karena berkaitan dengan kerugian konstitusional dan pengubahan norma dalam UU Pilkada. Maka itu, ia meminta agar laporan permohonan yang diajukan oleh Ahok harus singkat, lisan dan jelas.

“Untuk dikabulkannya permohonan ini maka kerugian konstitusional itu harus dipaparkan dan belum tercermin dari laporan Saudara begitu juga dengan norma yang harus diuraikan secara jelas sesuai keinginan pemohon,” tuturnya.

Aturan wajib cuti diatur pada Pasal 70 dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal tersebut menyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus menjalani cuti di luar tanggungan negara. Selain itu, juga  dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. Ahok mengajukan permohonan uji materiil atas pasal tersebut dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang digelar hari ini. (CNN Indonesia)

Exit mobile version