JAKARTA | Pemerintah mengklaim pemangkasan anggaran belanja negara pada 2016 tidak akan mempengaruhi proyek-proyek pembangunan yang sedang dijalankan saat ini.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, bagian-bagian yang mengalami pemotongan berada di sektor belanja rutin atau belanja barang. Menurutnya, hal-hal seperti pembelian kendaraan dan akomodasi rapat menjadi target pemotongan saat ini.
“Pokoknya [yang dipotong] adalah belanja barang dan bukan belanja modal, jadi pemotongan tak mempengaruhi pembangunan,” kata Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jumat (26/8).
Namun begitu, pria yang akrab disapa JK tersebut mengakui kemungkinan pemotongan belanja modal tetap terbuka jika diketahui dananya memang tak mencukupi. Menurut dia, aspek dana yang tak mencukupi menjadi satu hal yang sulit dihindari.
Jika itu terjadi, maka dia memprediksi akan ada efek ke depan. Namun JK menegaskan pemerintah akan melakukan langkah untuk meminimalisasi efek tersebut.
Terkait dengan penundaan penyaluran dana alokasi umum (DAU) daerah sebesar Rp64,7 triliun, JK mengatakan hal itu juga tidak memotong anggaran yang bersifat pembangunan. Sama seperti di pusat, lanjutnya, yang menjadi “korban” pemotongan adalah biaya perjalanan dan belanja barang.
“Kan penundaan KL (Kementerian dan Lembaga) hanya Rp64,7 triliun dan memang efeknya DAU harus dikurangi yang sama, biaya perjalanan dan biaya belanja barang,” ujar dia.
Sebelumnya pemerintah memperbesar porsi pemangkasan anggaran belanja negara tahun ini, dari awalnya sebesar Rp133,8 triliun menjadi Rp137,6 triliun. Fiskal semakin diperketat menyesuaikan dengan penghematan jatah anggaran daerah yang diperbesar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, anggaran belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang semula direncanakan dipotong Rp65 triliun dikurangi menjadi Rp64,7 triliun. Sedangkan pemangkasan anggaran transfer ke daerah, yang sebelumnya akan dihemat Rp68,8 triliun justru dinaikan menjadi Rp72,9 triliun.
“Hal ini untuk mengantisipasi tidak tercapainya penerimaan pajak karena ada proyeksi kekurangan pajak sebesar Rp219 triliun. Ini juga untuk menjaga postur APBN lebih baik sebagai perhitungan RAPBN 2017 yang lebih rasional dan kredibel,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (25/8).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, rendahnya penerimaan negara yang berasal dari pajak merupakan dampak dari belum kuatnya perekonomian Indonesia dan dunia. Hal ini terlihat dari harga-harga komoditas yang masih belum stabil, seperti minyak, batubara, dan minyak sawit mentah (CPO).
Khusus untuk anggaran belanja K/L, Sri Mulyani memastikan hanya pos anggaran belanja non-prioritas yang dikurangi, seperti perjalanan dinas dan rapat-rapat. Sedangkan anggaran prioritas, seperti pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan, dan anggaran untuk menciptakan lapangan kerja, dipastikan selamat dari pemotongan.
Dari sisi transfer ke daerah, Menkeu menuturkan, efisiensi ditekankan pada dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp20,9 triliun, DAU Rp19,4 triliun, dana alokasi khusus (DAK) Rp29,7 triliun, dan dana desa Rp2,8 triliun.
“Untuk pemangkasan transfer ke daerah, terjadi karena ada daerah yang diperkirakan tidak mampu memenuhi syarat penyaluran berupa laporan realisasi penyaluran dana desa,” ujar Sri Mulyani. (CNN Indonesia)