JAKARTA | Harga minyak mentah dunia anjlok lebih dari 3 persen pada perdagangan Senin (22/8), berbalik dari level tertinggi dalam dua bulan pada pekan lalu, di tengah kekhawatiran tentang berkembangnya ekspor bahan bakar Cina, pengiriman minyak mentah Irak dan Nigeria yang naik dan peningkatan jumlah rig minyak AS.
Seperti dilansir dari Reuters, ekspor diesel dan bensin China pada Juli melonjak masing-masing 181,8 persen dan 145,2 persen, dari bulan yang sama tahun lalu. Hal itu memberikan tekanan pada marjin produk minyak sulingan.
Di Amerika Serikat, kilang BP Plc dengan kapasitas produksi 413.500 barel per hari di Whiting, Indiana, kembali ke produksi normal untuk pertama kalinya sejak akhir Juli, menambah pasokan produk olahan.
Terkait minyak mentah, kontraktor minyak di AS menambah 10 rig minyak dalam seminggu hingga 19 Agustus. Penambahan rig ini terjadi dalam delapan minggu berturut, setelah harga minyak mentah menguat menuju level US$50 per barel.
Di tempat lain, Irak berencana untuk meningkatkan ekspor minyak Kirkuk dengan 150 ribu barel per hari dari ladang utaranya minggu ini. Sementara, pemberontak Nigeria yang secara teratur menyerang fasilitas minyak di negara itu awal tahun ini mengatakan mereka siap untuk gencatan senjata.
Harga minyak mentah Brent melemah US$1,72, atau 3,4 persen ke level US$49,16 per barel. Pelemahan itu memukul level tertinggi dalam dua bulan sebesar US$51,22 pada Jumat lalu.
Sementara harga minyak West Texas Intermediate AS untuk bulan depan ditutup turun US$1,47, atau 3 persen ke angka US$47,05. Hal ini memukul level tertinggi dalam enam minggu di angka US$48,75 pada Jumat lalu.
Sebelumnya, harga minyak menanjak selama dua minggu terakhir, setelah sempat melemah lebih dari 20 persen pada awal Agustus. Penguatan sebelumnya disebabkan spekulasi Arab Saudi dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang akan setuju untuk membekukan produksi dengan Rusia dan anggota non-OPEC lainnya.
“Kami terus melihat perjanjian produksi OPEC sebagai hal yang sangat tidak mungkin,” kata bank investasi Wall Street, Morgan Stanley dalam sebuah catatan.
“Tampaknya tidak mungkin Arab akan mengambil negosiasi pembekuan produksi yang serius, setelah mereka percaya bahwa kebijakan pangsa pasar secara perlahan tapi pasti telah bekerja,” tulis laporan Morgan Stanley. (CNN Indonesia)