Palembang. Berbicara tentang masalah lingkungan hidup (LH) akan berhubungan dengan bagaimana manusia memaknai kondisi lingkungan setempat. Salah dalam pemaknaan akan bermuara pada salahnya dalam tindakan. Untuk itu lah literasi terhadap persoalan LH menjadi penting, baik pada level masyarakat maupun pada level kebijakan.
Demikian salah satu hal penting yang mengemuka kegiatan Forum Diskusi Dosen yang diadakan oleh FISIP UIN Raden Fatah (Senin, 8/11/01). Acara yang digelar di ruang aula Rafah Tower ini menghadirkan Dr. Yanuar Luqman, M,Si dari Universitas Diponegoro Semarang dan dipandu oleh akademisi Komunikasi Lingkungan, Dr. Yenrizal, M.Si. Hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Walhi Sumsel, AMAN Sumsel, Forum Walhi, HaKI Institute, perwakilan dari Universitas Bina Dharma, Stisipol Candradimuka, Universitas IBA Palembang, kalangan media massa, dosen serta mahasiswa FISIP UIN Raden Fatah.
Yanuar Luqman menegaskan bahwa kegiatan literasi LH menjadi penting, karena itu bagian dari aktifitas komunikasi lingkungan. “Seberapa besar kita sadar tentang perubahan iklim, seberapa besar kita paham bahwa kerusakan lingkungan menjadi penyumbang terbesar terhadap persoalan alam ini, literasi adalah kuncinya, yaitu mencerdaskan dan memberi pemahaman terhadap semua pihak,” ujar Dosen Ilmu Komunikasi Undip ini.
Ia juga menegaskan bahwa persoalan LH akan berhubungan dengan banyak hal, termasuk soal kebijakan dan berbagai kepentingan yang bermain disitu. “Kita hargai dan kita dorong teman-teman yang berjuang pada level itu, tapi tidak bisa pula diabaikan bagaimana pencerdasan pada masyarakat. Itu hal yang mendesak juga. Contohnya, seberapa banyak kita membaca pengumuman tentang larangan membuang sampah, toh masih juga terjadi. Ini jadi PR bersama,” ujarnya lagi. Lebih lanjut, Yanuar juga menegaskan bahwa semua pesan tentang LH pasti punya makna tersendiri. Tidak ada pesan itu yang netral, semua pesan pasti memiliki muatan tersendiri. “Oleh karena itu perlu bagi kita untuk memahami bahwa semua informasi tentang LH bukanlah sesuatu netral, kitalah yang mengemasnya, kita yang mengelolanya. Dalam pengelolaan itu ada muatan tertentu, dan itu harus dipahami dengan baik,”tegasnya.
Sementara itu, Eep perwakilan dari Walhi Sumsel, menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup tidak bisa lepas dari campur tangan pemerintah dan industri. Kedua hal itu saling berkaitan. “Bahkan bisa dikatakan bahwa agenda industri selalu masuk dalam agenda kebijakan pembangunan. Makanya masalah LH tidak pernah selesai dan selalu menimbulkan masalah. Konflik selalu terjadi, bukan karena masyarakatnya, tapi karena memang ada permainan agenda yang tidak netral lagi,” ujarnya.
Lain halnya Yudi Fahrian, M.Hum, dosen UIBA Palembang ini menyoroti bahwa masalah LH terkait pula dengan aspek hukum lingkungan yang tidak berjalan dengan baik dan konsisten. “Selalu ada celah untuk mengaburkan aspek hukum LH ini. Harusnya kan yang salah ya dihukum salah, jangan dibuat abu-abu.Kalau ini terjadi akan membuat hal tidak baik. Publik melihat dan bisa menilai semua itu,” ujar mantan Rektor UIBA ini.
Dr. Yenrizal, M.Si menegaskan bahwa bahasan Komunikasi Lingkungan harus jadi tema utama. Semua berawal dari persepsi. “Apakah sudut pandang yang kita lihat dalam memahami LH? Itu yang paling dasar. Apabila salah dalam mempersepsi, akan salah pula tindakan selanjutnya. Oleh karena itu, pemahaman yang esensial tentang Komunikasi Lingkungan menjadi penting. Komunikasi lingkungan akan berhubungan dengan banyak hal. Tidak berdiri sendiri, tapi saling berkaitan,” ujar penulis buku Etnoekologi Komunikasi ini.
Yenrizal juga berharap bahwa kedepannya UIN akan banyak melakukan diskusi dan sharing session terkait hal-hal di wilayah publik. “Kita akan tunjukkan bahwa UIN ini peka terhadap semua persoalan di masyarakat, bukan hanya soal ibadah saja. UIN ada di antara masalah-masalah di masyarakat,” ujar WD I FISIP UIN ini.(ril)