JAKARTA I Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Widya Yudha, menilai perlunya penundaan pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) yang rencananya akan dimulai pada 5 Januari mendatang. Satya mengatakan perlu pembahasan antara pemerintah dengan parlemen terkait mekanisme pungutan dan pengelolaannya alih-alih langsung menerapkannya.
“Saya menyarankan DKE ditunda hingga masa pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang akan dilaksanakan tidak lama dari sekarang,” kata Satya di Jakarta, Kamis (2/1/2016).
Komisi VII DPR menurut Satya belum memperoleh penjelasan lebih jauh atas kebijakan yang diusulkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Oleh karena itu, Komisi Energi akan meminta konfirmasi dari Kementerian ESDM seusai masa reses.
“Kami akan manggil (Kementerian ESDM) dan baru bisa bergerak setelah paripurna jadi bisa dilakukan setelah 11 Januari. Sementara keputusan (DKE) harus mulai 5 Januari supaya masuk ke siklus pembahasan APBNP, nah ini belum masuk,” ujarnya.
Satya mengkritik pemerintah yang memasukkan DKE dalam APBN meski belum dibahas dengan legislatif. Padahal DPR membutuhkan estimasi jumlah potensi pendapatan dan alokasi penggunaannya. DPR juga membutuhkan pembahasan untuk merancang proses evaluasi serapan anggaran.
“Kita membelanjakan pendapatan pajak dan dibagi ke kementerian saja dibicarakan oleh DPR masak lantas ini (DKE) dicatatkan langsung ke APBNP? Dengan menunda tiga sampai empat bulan ke depan maka akan memperbaiki tata kenegaraan keuangan kita,” katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Sudirman Said, mengusulkan pemungutan DKE termasuk minyak mentah, batubara, dan gas alam untuk membangun ketahanan energi melalui pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Dana ini nantinya juga digunakan untuk mengeksplorasi migas, geothermal, dan batubara karena investasi untuk eksplorasi sedang mengalami penurunan.
Merujuk laman resmi Kementerian ESDM, esdm.go.id, DKE akan disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas penggunaan di bawah Kementerian ESDM. Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Badan Pemeriksa Keuangan bertanggungjawab mengaudit penggunaan DKE.
Terkait mekanisme pemungutan, beragam cara diusulkan oleh Sudirman termasuk lewat pembebanan APBN dengan menyisihkan anggaran. Cara lain yakni memungut duit masyarakat yang membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar. Alternatif yang kedua terkait harga BBM bakal diterapkan mulai 5 Januari 2016.
Harga premium semula seharusnya turun hingga Rp6.950 per liter namun karena ada penambahan DKE sebanyak Rp200 per liter maka harga akan menjadi Rp7.150. Sementara untuk BBM jenis solar akan tetap berada pada angka Rp5.650 per liter lantaran ada beban DKE Rp300 per liter. (cnnindonesia.com)