Ekonomi & Bisnis

Dokter: waspadai obesitas pada anak sejak dini

134
20160719062
Bocah penderita obesitas ekstrem asal Karawang, Arya Permana, (kanan) diantar orang tuanya ke Sekolah Dasar Negeri Cipurwasari, Kampung Pasir Pining, Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jabar, Senin (18/7/2016). Berbeda dengan teman-temannya, bocah berusia 10 tahun yang memiliki berat badan 190 kilogram itu tidak memakai seragam sekolah, karena tidak ada seragam sekolah dasar yang cukup dengan ukuran badannya yang sangat besar. (ANTARA FOTO/M. Ali Khumaini)

JAKARTA | Ahli Gizi Rumah Sakit PMI Bogor, Jawa Barat, dr Niken Churniadita K mengingatkan orang tua untuk mewaspadai obesitas pada anak dengan memperhatikan asupan makanan dan gaya hidupnya sejak usia dini.

“Mengenalkan pola makan sehat sejak dini menentukan gaya hidup anak di masa depannya,” kata Niken saat ditemui di Bogor, Senin.

Sebagai contoh, lanjutnya, kasus obesitas yang terjadi pada bocah Arya Permana (10) menjadi pelajaran berharga bagi orang tua untuk memperhatikan pola makan dan gaya hidup anak-anaknya sejak dini.

“Kadang kita lengah, anak obesitas dinilai lucu, menggemaskan. Padahal, ini cikal bakal timbulnya penyakit metabolik,” katanya.

Menurut Niken, obesitas baik pada anak maupun dewasa cukup berbahaya, karena menimbulkan penyakit metabolik yakni mempengaruhi metabolisme tubuh seperti kelebihan karbon dapat menimbulkan diabetes, kelebihan lemak dalam tubuh menggangu jantung, tekanan darah tinggi atau hypertensi, dan stroke.

“Semua jenis penyakit ini berisiko dapat menyebabkan kematian,” katanya.

Ia mengatakan, salah satu penyebab obesitas adalah pola makan dan gaya hidup yang tidak memenuhi standar kesehatan. Kondisi saat ini, masyarakat begitu mudah mendapatkan makanan cepat saji, dengan meningkatnya sosial ekonomi, pengaruh iklan makanan mendorong minat untuk mendapatkan makanan yang diinginkan.

Aksesibilitas mendapatkan makanan dengan menjamurnya restoran cepat saji, penjual ayam goreng standar kaki lima yang kini digemari masyarakat kelas menengah ke bawah.

Padahal, lanjut dia, belum tentu semua jenis makanan yang tersaji di restoran cepat saji maupun tempat kuliner baik untuk kesehatan.

“Contohnya makanan cepat saji itu, terbuat dari bahan-bahan olahan seperti tepung, porsinya dibuat besar, takaran protein, karbon maupun kalorinya melebihi batas yang diperbolehkan, semua berpotensi menimbulkan lemak,” katanya.

Dengan gaya hidup saat ini, banyak anak muda nongkrong di cafe atau restoran cepat saji, menghabiskan waktu duduk berjam-jam sambil mengkonsumsi minuman bersoda atau kafein adalah pola hidup yang tidak sehat.

“Kalau sudah ditambah dengan merokok dan mengkonsumsi alkohol, gaya hidup seperti ini semakin tambah parah,” katanya.

Gaya hidup sehat didukung dengan aktif bergerak atau berolahraga. Bagi pekerja kantoran, aktivitas olahraga kerap terlupakan karena minimnya waktu luang yang tersedia.

“Selama bekerja kebanyakan duduk, tidak aktif bergerak, maka asupan makanan yang kita konsumsi tadi tidak terolah dengan baik maka akan menjadi lemak,” katanya.

Mencegah obesitas, lanjutnya, sangat mudah, diperlukan komitmen dan kemauan yang kuat untuk menjalankan pola hidup yang sehat dengan makan gizi seimbang.

“Olah raga teratur tidak harus nge-gym. Dengan meluangkan waktu bergerak entah itu naik turun tangga atau berjalan kaki selama 30 menit tanpa jeda itu sama dengan olah raga. Asal tidak ada jeda, bekelanjutan selama 30 menit setiap hari,” katanya.

Niken menambahkan, banyak pasien obesitas yang datang ke RS PMI sudah disertai dengan penyakit penyertanya seperti diabetes, hypertensi dan gangguan lainnya.

“Yang datang tidak hanya usia lanjut, ada juga yang masih muda. Alasan kenapa mereka obesitas sama, karena pola makan tidak sehat dan gaya hidup yang tidak sehat juga,” katanya. (ANTARANEWS.COM)

Exit mobile version