JAKARTA | Sri Mulyani Indrawati bukan nama yang asing bagi telinga masyarakat Indonesia. Perempuan kelahiran Lampung, 54 tahun silam tersebut pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005 lalu.
Ani, sapaan akrabnya dinilai sukses melakukan reformasi besar-besaran pada lembaga perpajakan sekaligus bea dan cukai selama dirinya memimpin Kementerian Keuangan. Ia juga berhasil menggandakan investasi langsung ke Indonesia di tahun pertamanya menjadi menteri, dari US$4,6 miliar pada 2004 menjadi US$8,9 miliar.
Beragam penghargaan kemudian dikantongi istri dari Tony Sumartono. Pada 2006, Euromoney menganugerahkannya gelar Menteri Keuangan Terbaik. Berlanjut pada 2008, Forbes menyematkan gelar perempuan paling berpengaruh ke-23 di dunia.
Kecemerlangan Sri Mulyani sebagai bendahara negara berlanjut pada periode kedua, SBY memimpin Indonesia pada 2009.
Namun secara mengejutkan, pada 5 Mei 2010, Sri Mulyani menyampaikan surat pengunduran dirinya kepada SBY. Dengan satu alasan, menerima tawaran Bank Dunia untuk menjadi Direktur Pelaksana mulai 1 Juni 2010. Jabatan tersebut merupakan jabatan tertinggi kedua setelah Presiden Direktur Bank Dunia.
Namun, banyak pengamat yang menilai keputusan pengunduran diri tersebut terkait dengan pertentangan moral yang melanda Sri Mulyani karena merasa menjadi korban perkawinan kepentingan politik terkait dengan kebijakan bailoutBank Century.
Dikutip dari pidato terakhir yang disampaikannya ketika masih menjabat sebagai Menteri Keuangan. Sri Mulyani mengatakan:
“Saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari Anda mengatakan apakah Sri Mulyani kalah, apakah Sri Mulyani lari? Saya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Di antara Anda semua yang ada di sini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini. Selama saya tidak mengkhianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka di situ saya menang. Terima kasih.”
Kini, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan kunci brankas negara ke kantongnya dengan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di bidang ekonomi. (CNN Indonesia)