Nasional

Todung Lubis: Haris Azhar Mirip Munir

190
3b985662-0033-4713-8e75-723616f7b723_169
Advokat Todung Mulya Lubis menilai Koordinator Kontras Haris Azhar memiliki kemiripan visi seperti aktivis HAM Munir Said Thalib dalam menyampaikan informasi. (CNN Indonesia/Safir Makki)

JAKARTA | Advokat senior Todung Mulya Lubis menyatakan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar memiliki kemiripan visi seperti aktivis HAM Munir Said Thalib dalam menyuarakan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Hal tersebut terkait dengan publikasi testimoni terpidana mati kasus narkotika Fredi Budiman atas informasi adanya dugaan keterlibatan aparat dalam bisnis narkotika di Indonesia.

“Haris itu seperti Munir. Saat itu, Munir bicara soal penculikan saat kekuasaan Soeharto. Orang seperti Munir tidak ada takutnya, seperti Haris,” ujar Todung dalam diskusi terkait dilaporkannya Haris ke Kepolisian di Kampus Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Jakarta, Senin (8/8).

Todung mengatakan testimoni Fredi soal dugaan keterlibatan aparat dalam bisnis narkotika adalah informasi publik. Menurutnya, sejak dahulu bisnis narkotika kerap melibatkan oknum pejabat. Pasalnya, bisnis narkotika adalah bisnis yang menghasilkan uang banyak.

Oleh karena itu, dia menuturkan, tindakan yang dilakukan Haris mempublikasikan testimoni Fredi bukan pelanggaran hukum. Menurutnya, publikasi yang dilakukan Haris tidak dilakukan untuk menyudutkan individu atau kelompok tertentu.

“Oleh karena itu sudah waktunya konspirasi bisnis narkoba harus dibongkar. Jadi orang seperti haris harus dilindungi karena memberikan informasi,” ujarnya.

Sementara itu, Todung menilai, sebagai seorang aktivis, Haris dianggap merupakan sosok pengacara yang bekerja untuk kepentingan publik. Berdasarkan kode etik advokat Pasal 3 huruf b dan c, tindakan Haris dimaksudkan untuk kepentingan umum, keadilan, dan bukan untuk kepentingan materil.

Dia menegaskan berdasarkan literatur, Haris memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menyampaikan informasi yang terkait dengan kepentingan umum. Oleh karena itu, pihak yang bertentangan dengan Haris diminta untuk tidak fokus terhadap sumber informasi, melainkan harus fokus atas informasi yang disampaikan.

Pengajar STHI Jentera Asfinawati juga menuturkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Haris tidak harus mengikuti prosedur hukum dalam menyampaikan informasi. Dia menilai, publikasi testimoni Fredi yang dilakukan Haris berkaitan dengan kepentingan publik.

“Haris sedang menjalankan sebuah bantuan hukum untuk sebuah kebijakan yang harus diadvokasi,” ujar Asfi.

Asfi juga mengkritisi langkah Polri, Badan Narkotika Nasional, dan TNI yang menilai tindakan Haris diduga melanggar hukum. Dia menyatakan ketiga institusi hukum itu tidak memahami proses penerapan pasal dalam pelanggaran hukum.

Menurutnya, setiap pasal dibuat bukan untuk mencari pidana, melainkan untuk keadilan, kepentingan umum, dan ketertiban umum.

“Jadi apakah pasal ditegakan demi tegaknya pasal itu atau ada kepentingan di balik itu. Pasal ditegakkan bukan agar pasal itu terjadi,” ujarnya.

Sebelumnya, Haris dilaporkan ke polisi oleh tiga lembaga. Ini terdiri dari Sub Direktorat Hukum BNN dengan Laporan Polisi bernomor 765/VIII/Bareskrim Polri/2016, Badan Pembina Hukum TNI dengan nomor 766/VIII/Bareskrim Polri/2016, dan Divisi Hukum Polri dengan nomor 767/VIII/Bareskrim Polri/2016.

Kesaksian Fredi itu dipublikasikan Haris lewat artikel berjudul Cerita Busuk dari Seorang Bandit yang beredar melalui media sosial setelah eksekusi mati Fredi Budiman dilakukan, Jumat (29/7).

Tulisan itu berisi informasi yang disampaikan Fredi kepada Haris dua tahun lalu. Dalam artikel itu disebutkan, ada sejumlah oknum penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkotika yang melibatkan Fredi, di antaranya dari BNN, Polri, dan Bea Cukai. Haris menulis, kesaksian Fredi itu dapat ditelusuri melalui pledoi dan pengacaranya. (CNN Indonesia)

Exit mobile version