SUNGAILIAT – Praktek Pengiriman tailing berkedok mineral Zircon berkadar 15 % oleh PT Putraprima Mineral Mandiri (PMM) terus menjadi sorotan. Salah seorang praktisi hukum di Sungailiat menilai, praktek usaha yang dilakukan PT PMM seperti pertunjukan melanggar hukum, yang dibiarkan oleh penegak hukum, tanpa upaya pencegahan.
Hal ini disampaikan oleh Budiyono Adv selaku praktisi hukum. Menurutnya, keriuhan pemberitaan oleh media di Bangka Belitung semestinya menjadi indikator yang perlu direspon oleh para penegak hukum.
“Semestinya, ada upaya dari aparat penegak hukum. Ramainya pemberitaan oleh rekan-rekan media, tentu ada indikasi yang harus ditelusuri. Dari yang saya baca jelas banyak indikasi yang seharusnya direspon sebagai upaya pencegahan. Misalnya soal legalitas, perijinan, asal usul mineral yang diangkut, termasuk apakah ada pelanggaran peraturan seperti Perda atau undang-undang. Tetapi nampaknya semua indikasi tersebut tak berlaku, dan yang muncul seperti pembiaran atas dugaan yang berpotensi pada pelanggaran hukum,” ulas Budiyono saat dibincangi wartawan, Kamis (19/10/2023) siang.
Budiyono menambahkan, bahwa perkara yang menimpa Mantan Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin cukup membuka mata, bahwa perijinan seperti RKAB harus jelas dalam implementasinya. Menurut Budiyono, indikator yang diberikan pers, soal asal usul barang diduga kuat ilegal, wajib ditelusuri oleh pihak penegak hukum.
“Pastikan IUP perusahaan itu mamang jelas keberadaannya dan dikelola sebagaimana mestinya sebagai source mineral yang diusahakan. Kalau Zircon yang dikirim memang berasal dari proses eksploitasi, kegiatan produksi IUP. Sementara pers yang sudah melakukan penelusuran sudah memberikan indikasi, bahwa IUP PT PMM didapati tidak dikerjakan, lantas tailing itu dari mana?. Sementara jumlah kuotanya fantastis sampai puluhan ribu ton. Ini kan semestinya ditelusuri, karena berpotensi melanggar UU minerba. Karena kalau IUP tidak dikerjakan, atau dikerjakan ala kadarnya, sementara pengiriman luar biasa jumlahnya, tentu ada indikasi, orenya berasal dari sumber yang tidak jelas,” jelas Budiyono lagi.
Terkait kadar zircon yang diangkut hanya berkisar antara 15% hingga 20%, Budiyono mengatakan jelas sudah melanggar Perda No 1 tahun 2019 yang mengamanatkan, zircon yang diizinkan keluar dari Babel harus mencapai 65,5%. Menurut Budiyono, selayaknya Polisi Pamong Praja (Pol PP) juga memberikan reaksi.
“Terkait Perda, Polisi Pamong Praja semestinya melakukan langkah pencegahan, jika itu ada potensi melanggar Perda. Bukankan tupoksi Pol PP itu adalah penegak Perda. Namun sudah jelas, mineral zircon tersebut tidak mencapai batas yang diizinkan, tapi dibiarkan, tanpa ada upaya pencegahan,” sentil Budiyono.
Pengawasan yang minim, menurut Budiyono, dapat memicu leluasanya perbuatan pelanggaran hukum yang lain, proses pemuatan barang tailing pada malam hari, tanpa pengawasan menurut Budiyono siapa yang bisa memastikan tidak adanya muatan ilegal lainnya yang masuk ke dalam tongkang.
“Saya sungguh heran, selonggar itu kah, seleluasa itu kah proses membawa mineral keluar dari Babel, loadingnya malam hari, siapa pengawasnya?. Apakah benar yang masuk ke dalam tongkang itu tailing semua?. Siapa yang bisa memastikan barang yang ditimbun sedemikian rupa dalam tongkang tersebut sesuai manifes tidak ada yang ilegal?. Ini kan seharusnya terawasi, bahwa potensi pelanggaran hukum itu harus dicegah, salah satunya dengan pengawasan,” timpal Budiyono.
“Di luar itu, sangat disayangkan bahwa ribuan ton mineral berharga keluar dari Babel tanpa jelas pertanggungjawabannya. Jelas jika mengacu data yang dipublish oleh pers hanya berkisar 15-20% kadar zirconnya, berarti ada 80% mineral yang lain yang dibawa keluar. Dan semestinya itu dipertanggung jawabkan oleh pihak PT PMM. Selayaknya, pihak Krimsus Polda Babel mencermati dan melakukan pemeriksaan soal dugaan pelanggaran hukum ini,” kata Budiyono.
“Apalagi tegas sekali Menteri ESDM melarang mineral zircon keluar dari Babel, tapi faktanya lolos dengan mudah tanpa usaha pencegahan. Itulah seminimal mungkin alasan bagi Krimsus Polda Babel melakukan upaya pencegahan, minimal upaya seperti itu. Karena jika tidak, maka apa yang terjadi adalah pembiaran terhadap sebuah praktik dugaan pelanggaran hukum. Dan jelas sekali ini adalah perbuatan yang dapat merugikan negara. Lantas kemana penegak hukum kita di Babel ini?” pungkasnya. (red)