Ekonomi & Bisnis

Seluk Beluk Virus Zika: Evolusi Hingga Penyebarannya

133
816026e0-04f6-494a-b9b7-921db9b3a7c0_169
Nyamuk Aedes agypti (REUTERS/Paulo Whitaker)

JAKARTA | Merebaknya virus Zika di Singapura dan Malaysia meresahkan negara tetangga, termasuk Indonesia. Terlebih semenjak seorang warga negara Indonesia dikabarkan positif terjangkit Zika, ketakutan akan penyebaran virus ini makin besar.

Merespon kejadian pemerintah telah memperketat pintu masuk perbatasan atau di bandara, terminal, dan pelabuhan.

Hingga saat ini jumlah korban positif mengidap Zika di Singapura sudah melebihi angka 100. Jumlah itu melesat cepat berkat kemampuan penyebaran virus.

Zika sendiri adalah virus yang berekspansi menggunakan nyamuk sebagai ‘kurir’. Menurut Centres for Disease and Prevention, jenis nyamuk yang berperan sebagai ‘kurir’ virus Zika adalah spesies nyamuk Aedes aegypti dan Ae aldopictus.

Sebenarnya tak hanya dua spesies nyamuk di atas yang bisa ditumpangi virus Zika. Peneliti menemukan hampir seluruh anggota genus Aedes dan beberapa jenis nyamuk lain dapat ditumpangi virus ini.

Awal mula penyebaran

Virus Zika pertama kali ditemukan pada 1947 di hutan Zika, Uganda, saat sejumlah peneliti dari Yellow Fever Researcher Institute mengisolasi seekor monyet makaka rhesus yang telah positif mengidap virus ini.

Kemudian, virus ini melakukan kontak pertama dengan manusia berkat survei serologi yang dilakukan di Uganda dan Nigeria. Hasil survei tersebut menunjukkan dari 84 orang di semua umur, 50 orang terbukti memiliki antibodi terhadap Zika dengan 40 orang berumur di atas 40 tahun.

Aedes aegypti betina adalah agen utama dalam persebaran Zika. Keberadaan spesies  yang telah melintasi hampir seluruh dunia ini mempercepat peredaran Zika. Ditambah mobilitas manusia yang makin cepat, nyamuk ini dapat ditemukan di seluruh dunia. Termasuk di negara-negara di utara ekuator yang sejatinya bukan habitat ideal bagi nyamuk.

Sejalan dengan persebaran ‘sang kurir’, virus Zika berkembang sedemikian rupa sehingga penularannya tak lagi bersumber dari gigitan nyamuk semata. Transfusi darah, transplantasi organ, hubungan seks, dan kehamilan merupakan cara lain virus ini berlipat ganda.

Meskipun demikian, sejumlah penyebab tadi belum semua dipastikan sepenuhnya bertanggung jawab atas penularan virus Zika.

Pada tahun 1951-1983, virus ini mulai menginfeksi manusia. Laporan tersebut datang dari beberapa negara Afrika seperti Mesir, Gabon, Sierra Leone, Tanzania, dan Uganda.

Selain di Afrika, pada periode tersebut, penyebaran virus Zika telah mencapai daratan dan semenanjung Asia seperti India, Pakistan, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Persebaran Zika mulai mengancam masyarakat global semenjak mewabah di benua Amerika, terutama Brazil pada 2015. Pada kasus yang ditemukan di Brasil, peneliti menduga virus Zika berevolusi hingga menyebabkan microcephaly pada bayi yang baru lahir.

Microcephaly adalah cacat lahir yang memengaruhi perkembangan otak bayi sehingga kepala bayi lebih kecil dibanding bayi normal dengan kelamin dan umur yang sama.

Salah satu yang menyebabkan persebaran Zika sulit dibendung adalah gejalanya yang sukar dibedakan dengan penyakit demam lain seperti demam berdarah, demam kuning, dan malaria. Gejala awal berupa demam, bintik merah, nyeri sendi, dan mata merah sering menipu pengidap virus ini sehingga mereka sering kali mengabaikan gejala tersebut.

Evolusi virus Zika

Semenjak pertama kali ditemukan oleh peneliti di Afrika, virus Zika telah berevolusi menjadi virus yang cukup berbahaya bagi manusia. Dalam sebuah jurnal Cell Host & Microbe yang dirilis Mei 2016, terdapai dua garis keturunan dari hasil evolusi virus: tipe Afrika (IbH-30656) asal Nigeria dan tipe Asia.(P6-740) asal Malaysia.

Tipe terakhir merupakan virus yang bertanggung jawab atas epidemi yang melanda berbagai negara beberapa tahun terakhir, termasuk Singapura sekarang.

Sementara, tipe Asia yang lebih agresif sebenarnya diketahui keberadaannya sejak 1966. Namun peneliti masih belum tahu alasan mengapa tipe tersebut tidak berdampak klinis yang signifikan sampai 50 tahun kemudian.

Mereka menduga hubungan antara perubahan genetik dan pola penyakit di tengah populasi menentukan evolusi virus Zika. Satu hal yang masih tak terjawab oleh peneliti adalah terdapat beberapa sub-spesies nyamuk lain selain yang punya kandungan virus Zika di dalam tubuhnya.

Selain transmisi yang terjadi lewat gigitan nyamuk, hubungan seksual memiliki risiko yang tak kalah besar dalam proses penyebaran Zika. Hal ini dicurigai oleh peneliti dalam epidemi yang melanda Brazil dan Amerika latin tahun lalu. Meski demikian, peneliti masih membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelidiki kemungkinan lain.

Microcephaly diduga tak berkaitan dengan Zika

Epidemi di Brasil tahun lalu merupakan peristiwa yang pertama kali membuat banyak orang curiga  virus Zika mengakibatkan microcephaly pada janin. Jumlah kelahiran dengan microcephaly bahkan mencapai angka 1.500 kasus. Paraiba, sebuah kota terdampak Zika di Brazil, bahkan memiliki 1 bayi cacat dari 100 kelahiran.

Hampir bersamaan, Kolombia juga mengalami epidemi Zika. Jumlah wanita hamil terpapar virus tersebut sampai 12 ribu. Sebuah laporan dalam New England Journal of Medicine, mengamati perbedaan yang terjadi di Kolombia.

Laporan tersebut mengklaim tak ada kasus microcephaly dari 12 ribu bayi yang lahir dari ibu terpapar Zika dalam rentang 28 Maret-2 Mei. Namun di luar sampel pengamatan tersebut peneliti menemukan 4 kasus microcephaly yang berkaitan Zika dari total 50 kasus microcephaly di Kolombia pada kurun waktu tersebut.

Hal ini diperkuat dari kelahiran seorang bayi di Florida bernama Micaela Mendoza yang lahir dari ibu terjangkit Zika. Lahir dua bulan lalu, Micaela yang menjadi bagian pengamatan intensif oleh peneliti di Florida, tidak menunjukkan gejala microcephaly.

“Ia terlihat normal, tapi para dokter mengatakan yang sebaliknya,” ujar sang ibu Ramirez Boliva, seperti dikutip Sciene Daily.

Tim peneliti telah menemukan tak ada yang aneh dengan wujud kepala sang bayi sejak dalam kandungan. Namun mereka mengatakan terdapat pengerasan di otak yang menyerupai luka jaringan dan luka berbentuk lingkaran merah di retina kiri Micaela.

Fisiolog dari Miami of University mengaku masih belum tahu dampak dari kondisi tersebut terhadap kesehatan Micaela. “Kami berencana terus mengamatinya untuk 5-6 tahun ke depan,” ujar Dr. Ivan Gonzalez. (CNN Indonesia)

Exit mobile version