Beritamusi.co.id | Para santri disebut mempunyai peranan besar pada penanganan maupun pencegahan COVID-19 di lingkungan pondok pesantren yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah, kata Sekretaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jateng Kiai Haji Abu Choir
“Untuk menangani kasus COVID-19 di pesantren, pendekatannya harus berbeda dengan masyarakat umum. Semoga ada titik temu, ada program Jogo Santri dan Jogo Kiai,” ucapnya pada webinar bertema “Santri Sehat, Indonesia Kuat, Jogo Santri Di Masa Pandemi COVID-19” di Semarang, Kamis.
Menurut dia, pondok pesantren memiliki budaya sendiri sehingga lebih tepat bila disebut sebagai subjek dan pendekatan dalam menangani COVID-19 berbeda.
“Kami hanya membutuhkan stimulasi, ponpes merupakan lembaga pendidikan yang mandiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya,” ujarnya.
Ia mengakui sebenarnya jumlah kasus COVID-19 di pondok pesantren seperti gunung es karena pengelolanya cenderung bersikap tertutup.
“Ada ketakutan pondok pesantren harus ditutup jika ada kasus santri yang terpapar COVID-19,” ucapnya.
“Sebenarnya pandemi ini adalah persoalan bersama, bukan hanya pesantren. Harus ada keterbukaan agar ada tindakan yang diperlukan, pondok pesantren maupun pemerintah sama-sama terbuka. Semua tersenyum, maka akan terwujud pesantren yang sehat dan kuat di Jawa Tengah,” katanya.
Abu Choir juga mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan melakukan tes usap secara massal di pondok pesantren tanpa mempersiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarana pendukung, termasuk memikirkan dampak sosial yang mungkin timbul.
“Sebab jika yang positif terpapar jumlahnya ribuan bagaimana? Juga nutrisinya, siapa yang menanggung makan? Jika sebuah pesantren diumumkan ada yang positif terpapar COVID-19, maka masyarakat akan menjauhi pesantren. Jadi, dalam hal ini bukan sekadar soal positif dan negatif soal COVID-19,” ujarnya.
Dokter Budi Laksono selaku perwakilan dari Satgas Penanganan COVID-19 Jateng, angka yang terpapar Corona dan yang dinyatakan sembuh selalu berubah setiap harinya.
“Jika ada yang terpapar Covid, tidak usah bingung mencari dari mana asalnya. Yang terpenting adalah melakukan ‘tracing’, selama sepekan sudah berhubungan dengan siapa saja. Dengan cara itu kita bisa mencegah penyebaran COVID-19,” katanya.
Ia melihat data santri yang terpapar COVID-19 di pondok pesantren itu seperti pemburu yang memburu ayam di kandang.
“Pemburu langsung bisa melihat banyak, padahal di luar kandang (masyarakat umum, red) lebih banyak lagi. Jangan lupa paparan COVID-19 di perkantoran di Jateng juga banyak. Bila dites massal kemungkinan bisa mencapai puluhan, bahkan bisa jadi hingga 50 persen perkantoran terpapar COVID-19,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Jawa dan juga menjabat sebagai Tim Komunikasi Satgas COVID-19 Arie Rukmantara menambahkan program Jogo Santri bisa jadi suri-teladan dalam memutus mata-rantai COVID-19.
“Secara kuantatif anak-anak yang terpapar COVID memang tidak besar, namun satu anak pun jangan sampai kena Corona. Oleh sebab itu memang harus ada perubahan melaksanakan pendidikan. Adik-adik santri berubah cara belajarnya, memang harus beradaptasi. Cara belajar yang dimodifikasi, ponpes mampu mencari cara terbaik sistem pembelajaran di masa pandemi yang tidak berakhir dalam waktu yang cepat,” katanya.
Pada webinar yang digelar oleh Yayasan Setara bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Diponegoro dengan dukungan UNICEF ini juga digelar dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional 2020. Sumber: Antara
#satgascovid19
#ingatpesanibu
#ingatpesanibupakaimasker
#ingatpesanibujagajarak
#ingatpesanibucucitangan
#pakaimasker
#jagajarak
#jagajarakhindarikerumunan
#cucitangan
#cucitangandengansabun