PANGKALPINANG – Bobroknya proses penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Sumsel Babel (BSB) Cabang Pangkalpinang terungkap dalam persidangan perkara korupsi KUR sebesar Rp20,2 miliar di BSB tahun 2022-2023 di Pengadilan Tipikor, PN Pangkalpinang, Senin (9/12/2024).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung menghadirkan 5 AO Bank Sumsel Babel sebagai saksi untuk terdakwa AO BSB Cabang Pangkalpinang Handika Kurniawan Akasse, PT Hasil Karet Lada (HKL) yaitu Dirut Andi Irawan, Komisaris Zaidan Lesmana dan karyawan Sandri Alasta.
Kelima saksi yang dihadirkan JPU hari ini berasal dari karyawan (AO) Bank Sumsel Babel Cabang Pangkalpinang yaitu Apri, Asmi, Tomi, Aulia dan Lesyana.
Sidang dipimpin hakim ketua Sulistiyanto Rokhmad Budiharto, hakim anggota Dewi Sulistiriani dan Warsono dengan dihadiri para terdakwa dan didampingi tim penasihat hukum masing-masing.
Dalam persidangan, saksi Apri mengungkapkan, sebelum mencuat kasus ini memang ia sebagai AO di BSB dan sempat melakukan survei terhadap debitur yang meminjam dana melalui PT HKL.
“Bank Sumsel Babel ada kerja sama dengan PT HKL, untuk awal mula itu saya selaku Account Officer pada awal Januari 2022. Kami melakukan pertemuan di Desa Gudang, itu pertemuan untuk menindaklanjuti dengan adanya potensi pembiayaan untuk PT HKL dan petani,” bebernya.
“Yang ikut waktu itu, pak Santoso Putra kemudian, Rifaldi Sahi, saya sendiri, Azmi Handayani, Handika Kurniawan dan Fitriana. Sesuai dengan surat tugas dari kantor yang ditanda tangani oleh pimpinan cabang Rofalino,” sambung.
Setelah adanya pertemuan, terdakwa Santoso Putra menyampaikan ke pimpinan kalau ada potensi untuk pembiayan terhadap PT HKL dan terdapat 82 pengepul karet yang bekerjasama dengan PT HKL.
“Saya selaku Account Officer setelah melakukan kunjungan, tidak ada melakukan tindak lanjut kedepannya dan setahu saya yang intens ke PT HKL itu bapak Handika,” beber Apri.
“Saya tidak ikut sosialisasi tapi saya tahu dari kantor ada kegiatan itu, setelah sosialiasi berkas masuk dalam bentuk Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), kurang lebih 500 KTP dan KK,” ucapnya.
Apri membeberkan, setelah adanya berkas masuk diperintahkan pimpinan untuk scraning berkas dan memeriksa slip OJK terhadap berkas yang masuk sebanyak 500 KTP.
“Kalau berkas yang menyerahkan ke kami itu pak Handika, pada saat itu kan kita satu ruangan dan kita diperintahkan untuk mengecek slip atas perintah pak Taufik. Untuk melakukan checek slip itu tim legal, dari 500 KK yang kita scranning yang masuk hanya kurang lebih 270 KK dan dilanjutkan dengan survei OTS (On The Spot),” terang Apri.
Dia pun setelah melakukan survei ke lokasi atau petani mendapatkan kejanggalan, kemudian dilaporkan kepada terdakwa Taufik namun terdakwa menyampaikan tidak masalah dan akan ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bank Sumsel Babel dengan PT HKL.
“Saya sempat menolak, saya tidak bisa proses karena aneh. Kami dibantah oleh bapak Taufik, kalau kalian tidak mau proses kredit ini (PT HKL) itu kalian cari ganti potensi yang setara dengan ini. Kemudian, dia (Taufik) nanti jika realisasi kalian kecil nanti penilaian kalian itu dan saya tidak mau tanda tangan,” bebernya.
Keanehan itu, lanjut Apri, ketika mengecek lokasi kebun bersama Arafik dengan menumpang sepeda motor, ditunjuki oleh Arafik kebun-kebun calon debitur.
“Ketika pulang, saya tanya lagi kebun si A, si B, si C yang awalnya disebutkan milik siapa? Sudah berubah, bukan lagi nama yang awalnya Arafik sebutkan di awal,” kata Apri.
“Ya saya selaku pegawai butuh penilaian langsung dari pimpinan, jadi saya setujui perintah dia (Taufik) dan saya pun melaporkan kepada pak Santoso terkait kejanggalan yang ada di lapangan tadi,” sambung Apri.
Hal senada dikatakan saksi Azmi ketika memberikan kesaksian terhadap para terdakwa. Dia mengaku sempat membantu saksi Apri untuk melakukan scranning terhadap 500 KTP pengajuan dana KUR dari PT HKL ke Bank Sumsel Babel.
“Saya bersama Siti Fitriani melakukan survei, itu saya membawa berkas 103 berkas atau pemohon. Saya ke Desa Gudang, tidak ditemani pak Andi Irawan dan saya disuruh bertemu dengan bapak Arafik yang standby di Gudang dan saya diajak keliling untuk melihat kebun-kebun calon debitur,” kata Azmi.
Namun, diungkapkan Azmi ketika melakukan survei tidak bertemu dengan calon debitur yang memiliki kebun dengan alasan tidak bisa ditemui karena pekerjaan.
Dirinya juga mengaku kurang yakin dengan kondisi kebun, yang terlalu dekat dan tidak diselesaikai sesuai dengan jumlah berkas yang diajukan karena tidak bertemu dengan calon debitur.
“Jadi saya tidak bertemu dengan satu debitur pun, sempat minta tunjukkin tapi tidak satu yang bisa ditemui. Terus saya pulang ke kantor lapor ke pak Apri, kalau saya tidak bertemu dengan calon debitur dan saya akan kembali survei lagi ke 103 calon debitur,” ujarnya.
“Setelah survei kedua kita lapor ke pak Taufik dan menolak calon debitur itu karena belum bertemu satunpun calon debitur. Kita sama sepakat untuk menolak itu pengajuan kredit ini, sama apa yang dibilang pak Apri tadi kata Pak Taufik kalau kalian bisa mencari realisasi yang sama seperti PT HKL berikan ke bank daerah kalian boleh untuk tidak setujui ini,” sambung dia.
Dia juga menegaskan sempat mendapatkan ancaman, tidak akan mendapatkan rekomendasi untuk menjadi pegawai bank daerah apabila tidak setujui calon debitur dari PT HKL.
Sementara ketiga saksi lainnya seperti Tomi, Aulia, Lesyana mendapat perintah yang sama karena menjadi AO ketika proses pengajuan debitur dari PT HKL ke Bank Sumsel Babel. (007)