JAKARTA – Kementerian Pertanian memproyeksikan kenaikan konsumsi bahan pokok makanan hanya berkisar antara 20 persen hingga 30 persen dari normal pada Ramadan tahun ini. Proyeksi dibuat berdasarkan realisasi tahun lalu.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi menyebut karena pandemi masih berlangsung, kenaikan konsumsi tidak akan terlalu signifikan. Berdasarkan asumsi itu, ia menyebut stok makanan pokok terhitung aman higga Mei mendatang.
“Kenaikan tahun lalu tidak lebih dari 20 persen, mudah-mudahan ini kami asumsikan 20-30 persen pada April dan Mei, dari situ kami punya neraca akhir Mei memang kondisinya surplus,” jelasnya pada rapat kerja membahas ketersediaan dan stabilisasi harga bahan pokok pada, Jumat (5/3).
Lebih lanjut, ia menyebut dari 12 komoditas makanan pokok, empat di antaranya yaitu kedelai, bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula pasir akan dilakukan importasi demi mencukupi kebutuhan.
Kedua belas komoditas yang dimaksud adalah beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng.
Untuk kedelai, diperkirakan akan diimpor sebanyak 1.046.978 ton untuk memenuhi kebutuhan hingga Mei yakni 1.304.186. Lalu bawang putih dibutuhkan impor sebanyak 257.824 ton dari kebutuhan konsumsi 243.655 ton.
Kemudian, untuk daging sapi/kerbau akan diimpor 154.398 ton dari total konsumsi sebesar 277.702 ton dan gula pasir importasi sebesar 646.944 ton demi memenuhi kebutuhan 1.218.964 ton.
“Sekali lagi ini prognosa ketersediaan pangan nasional, kami belum melihat per Provinsi seperti apa,” imbuhnya.
Tak ingin mengulang kelangkaan gula pasir seperti tahun lalu, ia berjanji di tahun ini keran impor akan dibuka lebih awal yaitu dari Maret-Mei.
“Gula pasir kita tidak boleh mengulang kejadian tahun lalu. Karena importasi terlambat dan produksi mundur bulannya, biasanya kalau Ramadan pabrik engga giling,” ujarnya.
Sebagai pengingat, pada Maret-April 2020 lalu terjadi kelangkaan gula pasir. Bahkan, harga gula sempat mencapai Rp18.250 per kilogram (Kg) atau jauh di atas harga acuan sebesar Rp12.500 per Kg.
Kementerian Perdagangan bersama Kabareskrim mengungkap ada kegiatan lelang harga gula di atas HET yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara II (Persero) alias PTPN II.
Eks menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuding kegiatan lelang di atas HET tersebut menjadi salah satu penyebab harga gula eceran di masyarakat selangit.
Ironisnya, lelang gula di atas acuan pemerintah justru dilakukan oleh perusahaan BUMN. Wajar, Kementerian BUMN langsung bereaksi. Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga menuturkan tudingan PTPN II ikut menjadi pemicu kenaikan harga gula beberapa bulan belakangan terlalu mengada-ada.
Berdasarkan data yang didapat Kementerian BUMN, PTPN II hanya menggelar lelang gula sebanyak 5.000 ton dengan hasil harga lelang Rp12.900 per kilogram.
Ia menyebut dengan jumlah itu sangat tidak mungkin harga gula nasional bisa terkena pengaruh banyak. Sebab, total kebutuhan gula nasional mencapai 3 juta ton per tahun.
“Tidak mungkin 5000 ton pengaruhi pasar hingga naikkan harga gula sampai Rp17 ribu per kilogram kecuali PTPN yang memonopoli harga pasar dan menerapkan itu untuk seluruh tendernya, 5000 dibanding 3 juta kan jauh sekali. Jadi jangan terlalu mengada-ada,” tegas Arya. (CNN)