“Tadi saya menyampaikan ke Presiden, mohon maaf kalau memang para menteri sebagai pembantu Bapak mengambil sikap. Bukan dalam konteks siapa kawan atau lawan, melainkan dalam konteks mengingatkan. Apa pun, Pak Jokowi adalah lambang negara,” katanya setelah mengikuti rapat paripurna di Istana Bogor, Selasa, 8 Desember 2015.
Tjahjo mengatakan, setelah mendengar rekaman tersebut secara utuh, wajar saja Presiden marah dan mengambil sikap keras. Dan wajar juga jika para menteri mengambil sikap. “Rakyat saja yang mendukung dan tidak mendukung beliau sikapnya keras. Sudah melecehkan lambang negara,” ujarnya.
Meski tidak menyebutkan secara eksplisit, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pernyataan murka yang disampaikan Presiden Jokowi sudah menjadi semacam “arahan” yang jelas bagi para pembantunya. Menurut dia, para pembantunya sudah pasti paham bagaimana memaknai kemarahan Presiden tersebut. “Sebagai pembantu, semuanya bisa memaknai apa yang disampaikan Presiden. Tidak perlu dijelaskan,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan menyatakan wajar saja Presiden marah atas munculnya pencatutan nama oleh sejumlah pihak. “Presiden pantaslah marah,” ujarnya.
Kemarin, Presiden Jokowi meluapkan kemarahannya karena namanya sudah dicatut dalam rekamaan transkrip pembahasan perpanjangan kontrak Freeport. Presiden mengatakan ia bisa menerima jika disebut gila, sarap, atau koppig. Tapi ia sangat tidak terima jika namanya dicatut dalam pemberian 11 persen saham Freeport. (Tempo.co)