Nasional

Ini Pentingnya Protokol Kesehatan dan Vaksinasi untuk Keluarkan Indonesia dari Pandemi

119
Talkshow-KPCPEN-1-1140x815

Beritamusi.co.id | Tingkat penularan COVID-19 yang sangat tinggi dan berdampak fatal bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) menjadi alasan dokter dan para ahli menganjurkan agar seluruh masyarakat terus disiplin menjalankan protokol kesehatan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak). Bahkan disiplin Prokes ini tetap menjadi prioritas meski vaksin COVID-19 telah tersedia nantinya.

Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr Erika, selaku tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam penanganan pasien COVID-19 menceritakan, hingga saat ini ada kekhawatiran yang menghinggapi dirinya ketika menangani pasien COVID-19. Namun setelah sekian lama bergelut dalam penanganan COVID-19 dan menyaksikan pasien yang terpapar bisa sembuh, dirinya membuang jauh-jauh rasa takut tersebut.

“Jujur, rasa takut terpapar COVID-19 masih ada sampai sekarang. Namun pengalaman merawat pasien sampai melihat mereka sembuh mengalahkan rasa takut saya,” kisahnya pada acara Dialog Produktif bertema Indonesia Siapkan Vaksin yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (2/12).

Sebagai dokter spesialis jantung, dr Erika menemukan cukup banyak pasien COVID-19 dengan komorbid jantung dirawat dan kondisi kesehatannya rentan sekali memburuk.

“Pasien COVID-19 dengan komorbid jantung dan hipertensi cukup tinggi. Pasien COVID-19 dengan komorbid jantung secara otomatis menciptakan problem tersistematis (systemic problem) yang perawatannya jauh lebih sulit daripada yang tanpa komorbid,” katanya.

Anggota Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Soedjatmiko juga turut menjelaskan bahwa penyakit ini tidak memandang bulu.

“Yang meninggal 60,4% di rentang umur 19-59 tahun, ini umur yang rentan karena mereka aktif di luar rumah dengan berjualan, bermain, dan segala aktivitas lainnya. Pemerintah telah berupaya maksimal dengan melakukan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) dan mengedukasi masyarakat agar patuh terhadap 3M. Tapi hingga November sekitar 160 dokter meninggal dan sekitar 130 perawat atau paramedis juga meninggal. Mereka berjuang untuk mengobati yang terlanjur sakit tadi. Ayo kita cegah COVID-19 dengan 3M dan 3T, tapi harus ditambah dengan vaksinasi yang memiliki cakupan 70%, maka diharapkan penularan akan terhambat, pandemi melambat, dan ekonomi akan meningkat,” paparnya.

Menurut Soedjatmiko, melihat kondisi pandemi akhir-akhir ini yang cukup sulit untuk dikendalikan oleh sejumlah negara di dunia, inisiatif melakukan intervensi kesehatan melalui vaksin pun dilakukan.

“Sejak bulan Mei, Tiongkok sudah mulai menyiapkan vaksin, WHO juga memulai langkah sama di bulan Juni, sementara di Amerika dan Eropa juga memulai persiapan kandidat vaksin di bulan Juni-Juli,” terang Prof. Soedjatmiko.

Vaksinasi merupakan langkah yang aman dan umum dilakukan di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia telah melakukan vaksinasi kepada jutaan jiwa sejak 1974 dan terbukti aman. Percepatan penemuan vaksin dengan tetap memperhatikan asas keamanan dan efektivitas sangat diperlukan saat ini.

“Tujuannya adalah untuk menurunkan kematian dan kesakitan masyarakat. Tetapi harus diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) juga ada yang namanya Data Safety Monitoring Board (DSMB) dan ada Komite Etik juga di Unpad. Perkara vaksin mana yang dipakai itu nanti biar pemerintah yang menentukan, tapi salah satu vaksin yang mungkin akan dipakai di Indonesia adalah vaksin Sinovac yang sudah diuji klinik fase III di Bandung,” terang Prof. Soedjatmiko.

“Pandemi ini belum berakhir, seperti kata Prof. Soedjatmiko kita harus tetap menjaga protokol kesehatan sampai pemerintah mengumumkan pandemi ini berakhir. Apabila masih ada yang ragu terhadap vaksin, saya harapkan bisa berubah pikiran demi mengeluarkan Indonesia dari pandemi ini,” ujar dr Erika merespons masih adanya masyarakat yang ragu akan vaksinasi.

“Survei ITAGI bersama Kementerian Kesehatan menyebutkan, 64% orang Indonesia sudah mau divaksinasi dan 24% masih ragu. Yang ragu mudah-mudahan menjadi yakin pada saat vaksin ini diumumkan nanti, agar mau divaksinasi supaya terlindung dari penularan COVID-19, sakit, dan kematian. Sehingga pandemi segera mereda, ekonomi mulai bergerak, dan kehidupan kita membaik,” tutup Prof. Soedjatmiko. (FN)

#satgascovid19

#ingatpesanibu

#ingatpesanibupakaimasker

#ingatpesanibujagajarak

#ingatpesanibucucitangan

#pakaimasker

#jagajarak

#jagajarakhindarikerumunan

#cucitangan

#cucitangandengansabun

Exit mobile version