Nasional

AJI Jakarta: Upah Layak Jurnalis Tahun Pertama Rp7.540.000

133
aji

JAKARTA I Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menetapkan besaran upah layak jurnalis di tahun 2016 sebesar Rp7.540.000. AJI Jakarta berharap besaran ini berlaku bagi reporter karyawan tetap tahun pertama. Menurut AJI Jakarta upah layak tersebut akan meningkatkan mutu jurnalisme dan memberikan informasi yang lebih bermutu pada masyarakat.

Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim mengatakan angka tersebut muncul setelah AJI Jakarta melakukan survei terhadap harga kebutuhan-kebutuhan jurnalis di Jakarta. Ini ditambah dengan kebutuhan-kebutuhan yang harus dimiliki jurnalis agar mampu bekerja dengan profesional.

“Ada kebutuhan khas di jurnalis seperti langganan koran, modem, dan menyicil komputer yang membuat upah layak jauh di atas UMP,” kata Nurhasim dalam keterangannya, Sabtu malam (30/4), menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day.

Nurhasim menyatakan AJI Jakarta menekankan pentingnya kesejahteraan jurnalis. Ketika kehidupan jurnalis sejahtera, maka akan tercipta produk jurnalistik bermutu yang mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. “Upah layak dan kesejahteraan juga dapat membentengi jurnalis dari godaan suap sehingga independensi produk jurnalistik yang dihasilkan tetap terjaga dan bermanfaat bagi publik,” kata dia.

Di luar upah layak itu, menurut dia, perusahaan media juga wajib memberikan jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan sosial kepada setiap jurnalis dan keluarganya. “Ini termasuk hak-hak jurnalis perempuan seperti ruang laktasi, cuti haid, dan cuti melahirkan. Pasalnya, AJI Jakarta masih menemukan pemecatan atau penghentian kontrak pada jurnalis karena hamil.”

Nurhasim menyebutkan, saat ini upah yang jurnalis terima umumnya berkisar Rp3-4juta per bulan. Angka ini tak berubah sejak beberapa tahun belakangan. Upah tersebut juga hanya sedikit di atas UMP Jakarta sebesar Rp3,1 juta. Padahal, jurnalis sering harus bekerja lebih 8 jam tanpa mendapat upah lembur. AJI Jakarta bahkan menemukan ada media yang masih memberi upah jurnalis di bawah UMP.

AJI Jakarta juga menekankan pentingnya berserikat untuk memperjuangkan upah layak tersebut. Berserikat adalah hak asasi manusia dan dilindungi oleh Undang-undang Dasar dan diatur dalam UU Serikat Pekerja 21/2000.

Nurhasim menyatakan jurnalis adalah pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan rentan terkena tindakan kriminal. Dengan berserikat dan berorganisasi, jurnalis memiliki benteng yang melindungi, memperkuat daya tawar, sekaligus dapat memperjuangkan kepentingannya. “Upah layak bisa diperjuangkan salah satunya dengan berserikat,” kata Hasyim.

Jumlah pekerja yang berserikat hingga kini masih sangat minim. Data Dewan Pers 2014, menunjukkan terdapat 2.338 perusahaan media. Dari jumlah itu, hanya 24 media yang memiliki serikat pekerja aktif. “Jumlah ini hanya 1 persen dari total perusahaan media yang ada. Tentu jauh dari ideal,” kata Nurhasyim.

Ke depan, AJI Jakarta akan terus melakukan pelatihan pembentukan serikat dan kunjungan ke sejumlah media untuk mengkampanyekan upah layak dan pentingnya berserikat.

AJI Jakarta juga akan meminta Dewan Pers mengubah Standar Perusahaan Pers. “Kita akan minta Dewan Pers mengubah besaran upah menjadi setidaknya 2 kali upah minimum,” katanya.

Saat ini, pasal 8 peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers hanya mewajibkan perusahaan pers membayar upah sebesar UMP sebanyak 13 kali dalam setahun. (CNN)

Exit mobile version