JAKARTA I Bakal calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengklaim hanya membutuhkan Rp15 miliar untuk membiayai kampanyenya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Menurut Ahok, sapaan Basuki, dana itu juga tak akan dikembalikan jika ia terpilih kembali menjadi gubernur.
“Saya kira paling Rp10 M sampai Rp15 M cukup, pelatihan sama saksi. Enggak ada balik modal lah ya,” kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis (6/10).
Ahok menjelaskan dana sebesar Rp15 miliar itu tak keluar dari kantong pribadinya. Uang yang bakal digunakan untuk membiayai saksi itu dibebankan kepada partai politik.
“Saya sampaikan pada partai politik kalau ada empat partai mau keluarkan saksi mau pelatihan, pakai uang Anda sendiri dong,” tutur Ahok.
Selain mengandalkan partai politik, Ahok juga menggalang dana melalui sumbangan dan berbagai kegiatan yang diorganisir oleh tim pemenangan serta Teman Ahok. Ahok mematok harga berkisar Rp10 ribu hingga Rp10 juta untuk bertemu dengannya secara eksklusif.
Ahok juga berencana menjadi pembawa stand up comedy, dan pembicara dalam berbagai kegiatan. Dia ingin dibayar mulai dari Rp10 juta sampai dengan Rp50 juta.
Rencana biaya kampanye Ahok itu sangat kecil dibandingkan dengan prediksi biaya kampanye bakal calon pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik beberapa waktu lalu mengatakan, biaya kampanye tak akan kurang dari Rp200 miliar.
“Yang jelas tak sedikit dan saya kira tak akan kurang dari itu (Rp200 miliar),” kata Taufik.
Menurut Taufik variabel atribut menjadi hal yang paling besar pengeluarannya. Mulai dari baju, yang diprediksi berharga Rp100 ribu per baju, hingga poster.
Selain itu, biaya untuk membayar saksi juga menguras kantong. Para saksi yang disebar di sekitar 500 tempat pemungutan suara minimal harus diberi uang Rp100 ribu per orang.
Pengesahan APBD Jakarta
Ahok juga mengaku tak terima jika pelaksana tugas (Plt) gubernur DKI, yang bakal menempati posisinya saat cuti selama masa kampanye, memiliki wewenang menandatangani pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2017.
Ahok beranggapan, pengesahan APBD mesti menunggu gubernur kembali dari cuti, dan tidak bisa didelegasikan.
“Ini benar kayak frustasi saja pemerintah gitu loh, mereka (pemerintah) enggak ketemu cara mereka menahan penyalahgunaan wewenang yang mereka duga,” kata Ahok.
Menurutnya, jika ada kekhawatiran terhadap penyalahgunaan wewenang, seharusnya yang dilakukan adalah memperkuat fungsi Badan Pengawasan Pemilu.
Selain itu, Ahok juga tak percaya dengan Plt yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri karena berpotensi memiliki konflik kepentingan.
“Bahaya dong. Kalau calon yang lain Mendagri dari partai, kamu jamin enggak, enggak ada conflict of interest,” ujar Ahok.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, para Plt gubernur yang akan bertugas diberikan kewenangan untuk mengesahkan Rancangan APBD 2017. Mereka juga diwajibkan mengawal pelaksanaan pilkada di daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
“Plt juga bertugas menata organisasi perangkat daerah dan susunan organisasi tata kerja (SOTK) sesuai PP 18 tahun 2016, pengisian personel sesuai SOTK, dan melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari,” katanya.
Kewenangan Plt diatur dalam Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2016 tentang Pengaturan Tugas Plt. (CNN)